Pemburu Sunset: Pantai Ndao - Ende. Kalau kalian membaca pos sebelumnya yaitu Konsep Pecinta Alam dan Traveling di Kafe Hola, dengan jelas tertulis saya dicap alien sama teman-teman karena hampir dua tahun terakhir jarang nongkrong bareng mereka. Katanya: dulu anak kafe sekarang anak rumahan. Saya tidak bisa menampik karena memang demikian adanya. Pekerjaan baik pekerjaan utama maupun pekerjaan receh sama-sama membutuhkan waktu untuk menyelesaikannya. Saya boleh berkeliling Pulau Flores, tapi itu demi pekerjaan, bukan sekadar bersenang-senang saja. Saya gagal nongkrong di kafe sama teman-teman, karena waktu nongkrong sekian jam sudah bisa menghasilkan puluhan lembar tulisan. Tidak masalah lah dicap alien, karena paling parah kalau saya dicap makhluk Tuhan yang paling seksi. Haha.
Juga Asyik Dibaca: Konsep Pecinta Alam dan Traveling di Kafe Hola
Karena emoh dicap alien, makanya saya menerima ajakan Armando, juga Sony, untuk kembali berburu sunset. Untuk bisa nongkrong eksklusif seperti itu kami harus menunggu nyaris satu tahun! Terakhir nongkrong di Dermaga Perikanan Ende demi senja yang membiru pada tanggal 1 November 2018. Posnya silahkan dibaca: Pemburu Sunset: Dermaga Perikanan Ende. Dua hari lalu, 7 Oktober 2019, barulah kami kembali melakukannya. Bertiga. Saja. Mungkin ini bakal jadi ritual tahunan yang seru.
Marilah, kenalan dulu sama Pantai Ndao.
Nama pantai mengikuti nama wilayah ini. Ndao. Pantai Ndao. Letaknya di Barat Kota Ende, sebelum pintu masuk Kota Ende dari arah Barat, sebelum Terminal Ndao dan Pom Bensin Ndao. Nama wilayah yang melekat ini juga terjadi pada dua sekolah yang berdiri tepat di depan daerah Pantai Ndao tempat kami memburu sunset yaitu SMP Katolik Frateran Ndao dan SMA Katolik Frateran Ndao. Secara administratif Pantai Ndao termasuk dalam wilayah Kecamata Ende Utara. Sedangkan jarak dari pusat kota hanya sekitar satu kilometer saja.
Semua pantai, menurut saya, punya keistimewaan masing-masing, meskipun menurut orang lain: ah biasa saja. Pantai Ndao tempat kami memburu sunset itu terletak tepat di depan SMPK/SMAK Frateran Ndao. Pantainya berpasir hitam, tipikal pantai Selatan Kabupaten Ende, dan curam. Dikatakan curam apabila dibandingkan dengan pantai bagian Utara yang membentang hingga ke Kabupaten Sikka yang super landai. Pantainya luas, jarak dari laut hingga ke tepi jalan. Masyarakat sering memanfaatkan pantai ini untuk berolah raga sore seperti lari sore dan bermain bola, pun anak muda suka foto-foto di sini. Batas pertemuan air laut dengan pantainya itu yang curam sehingga bagi siapapun yang tidak pandai berenang sebaiknya jangan coba-coba berenang.
Sore itu, ombak cukup bergelora dan menghantar sisanya ke hampir separuh bagian pantai. Justru itu keunikannya. Kami menunggu momen itu agar bisa menghasilkan foto yang ciamik.
Alangkah sedihnya ketika melihat awan di ufuk Barat. Iya, awan itu seperti menaungi Pulau Ende (biasanya matahari tenggelam di balik Pulau Ende apabila dilihat dari Pantai Ende). Makanya kami harus lekas melakukan aksi foto-foto agar tidak kehilangan moment.
Cekidot:
Puas mengabadikan momen *cieeee bahasanya*, kami memutuskan untuk beristirahat sambil mengobrol di dekat batu yang dijadikan meja-alam, tempat ransum disimpan.
Pembagian jatah ransum pun sudah dilakukan sejak janjian awal. Seperti biasa tugas saya membawa termos berisi kopi susu dan botol air minum. Sony seringkali membawa gorengan dan botol air minum. Armando, sudah pasti membawa termos kopi dan botol air minum ditambah gorengan. Karena tempat gorengan masih tutup, Armando akhirnya memutuskan membeli sekotak donat di Jessy Bakery serta pia kacang dan rolltart. Kami memang tidak terlalu repot sama urusan ransum. Apa yang ada, apa yang bisa diangkut, silahkan.
Obrolan kami berputar pada banyak perkara, yang jelas kami agak tabu ghibah, hahaha. Duduk mengobrol dengan kaki dipenuhi pasir dan celana separuh basah begini sungguh aduhai bikin tentram. Rasanya tidak ingin beranjak dari tempat ini. Kami bahkan bertahan sampai lepas maghrib.
Entah angin apa yang berembus, pada akhirnya kami bertigas memutuskan untuk melanjutkan obrolan di Kafe Hola. Iya, itu sudah menjadi kebiasaan kami, tidak melulu hanya satu tempat, kalau bisa di beberapa tempat sekaligus, kenapa tidak? Itu juga terjadi di keluarga Pharmantara. Pernah, kami nongkrong di tempat es krim, lanjut ngebakso, terakhir karaokean. Semua dilakukan kontinyu sejak sore sampai malam. Hahaha. Koplak. Di Kafe Hola kami memesan indomi telur, omelet, dan aneka minuman. Loh, bukannya tadi sudah makan donat sekotak? Tidak ... donatnya cuma satu yang tersentuh hahaha. Donat yang lebih itu kemudian diberikan oleh Armando pada temannya yang juga sedang nongkong di Kafe Hola.
Kafe Hola merupakan markas besar alumni SMUN 1 Ende angkatan saya (pssst, angkatan dirahasiakan ya). Pas tiba di sana, sudah ada teman-teman saya yang juga lagi nongkrong, mereka baru saja pulang dari rumah teman lain yang mengalami kedukaan (Ibu mertuanya meninggal dunia). Bertemu dengan para bedebah itu membikin saya ngakak tak karuan.
Foto di atas, para bedebah yang mau difoto saja masih saling meraba itu, mencolek ini, masih nganu, masih saling ro*o. Ha ha ha. Kangen mereka semua. Semoga rencana kita untuk tur bareng di akhir tahun dapat terlaksana ya.
Well, kembali lagi ke Pantai Ndao tempat saya, Armando, dan Sony memburu sunset. Bagi kalian yang datang ke Kota Ende, jangan lewatkan untuk menikmati sunset. Jarak dari pusat kota ke pantai sangat dekat, bisa pula dengan berjalan kaki apabila kalian menginapnya di sekitar Jalan Sudirman dan Jalan Pahlawan. Lebih jauh ke Timur, boleh menggunakan kendaraan sewaan. Dari sudut manakah sunset betul-betul indah untuk dinikmati? Dari semua sudut! Sepanjang pantai, dari daerah Tanjung, ke Pantai Ende, hingga ke Pantai Ndao. Jangan ragu bertanya pada penduduk setempat lah ya. Tapi kalau kalian juga ingin menikmati sunset sambil makan-minum, langsung saja ke Pantai Ria (di Pantai Ende) karena di sana banyak lapak dibuka.
Bagaimana ... masih ragu datang ke Ende? Selain Danau Kelimutu yang ausam itu, ada saya yang Insha Allah dengan senang hati menunggu. Ehem. Hehe.
Happy Traveling!
Cheers.
Marilah, kenalan dulu sama Pantai Ndao.
Pantai Ndao
Nama pantai mengikuti nama wilayah ini. Ndao. Pantai Ndao. Letaknya di Barat Kota Ende, sebelum pintu masuk Kota Ende dari arah Barat, sebelum Terminal Ndao dan Pom Bensin Ndao. Nama wilayah yang melekat ini juga terjadi pada dua sekolah yang berdiri tepat di depan daerah Pantai Ndao tempat kami memburu sunset yaitu SMP Katolik Frateran Ndao dan SMA Katolik Frateran Ndao. Secara administratif Pantai Ndao termasuk dalam wilayah Kecamata Ende Utara. Sedangkan jarak dari pusat kota hanya sekitar satu kilometer saja.
Yang ada bintangnya, tempat kami memburu sunset.
Semua pantai, menurut saya, punya keistimewaan masing-masing, meskipun menurut orang lain: ah biasa saja. Pantai Ndao tempat kami memburu sunset itu terletak tepat di depan SMPK/SMAK Frateran Ndao. Pantainya berpasir hitam, tipikal pantai Selatan Kabupaten Ende, dan curam. Dikatakan curam apabila dibandingkan dengan pantai bagian Utara yang membentang hingga ke Kabupaten Sikka yang super landai. Pantainya luas, jarak dari laut hingga ke tepi jalan. Masyarakat sering memanfaatkan pantai ini untuk berolah raga sore seperti lari sore dan bermain bola, pun anak muda suka foto-foto di sini. Batas pertemuan air laut dengan pantainya itu yang curam sehingga bagi siapapun yang tidak pandai berenang sebaiknya jangan coba-coba berenang.
Sore itu, ombak cukup bergelora dan menghantar sisanya ke hampir separuh bagian pantai. Justru itu keunikannya. Kami menunggu momen itu agar bisa menghasilkan foto yang ciamik.
Sunset yang Menguning
Alangkah sedihnya ketika melihat awan di ufuk Barat. Iya, awan itu seperti menaungi Pulau Ende (biasanya matahari tenggelam di balik Pulau Ende apabila dilihat dari Pantai Ende). Makanya kami harus lekas melakukan aksi foto-foto agar tidak kehilangan moment.
Cekidot:
Puas mengabadikan momen *cieeee bahasanya*, kami memutuskan untuk beristirahat sambil mengobrol di dekat batu yang dijadikan meja-alam, tempat ransum disimpan.
Pembagian jatah ransum pun sudah dilakukan sejak janjian awal. Seperti biasa tugas saya membawa termos berisi kopi susu dan botol air minum. Sony seringkali membawa gorengan dan botol air minum. Armando, sudah pasti membawa termos kopi dan botol air minum ditambah gorengan. Karena tempat gorengan masih tutup, Armando akhirnya memutuskan membeli sekotak donat di Jessy Bakery serta pia kacang dan rolltart. Kami memang tidak terlalu repot sama urusan ransum. Apa yang ada, apa yang bisa diangkut, silahkan.
Obrolan kami berputar pada banyak perkara, yang jelas kami agak tabu ghibah, hahaha. Duduk mengobrol dengan kaki dipenuhi pasir dan celana separuh basah begini sungguh aduhai bikin tentram. Rasanya tidak ingin beranjak dari tempat ini. Kami bahkan bertahan sampai lepas maghrib.
Entah angin apa yang berembus, pada akhirnya kami bertigas memutuskan untuk melanjutkan obrolan di Kafe Hola. Iya, itu sudah menjadi kebiasaan kami, tidak melulu hanya satu tempat, kalau bisa di beberapa tempat sekaligus, kenapa tidak? Itu juga terjadi di keluarga Pharmantara. Pernah, kami nongkrong di tempat es krim, lanjut ngebakso, terakhir karaokean. Semua dilakukan kontinyu sejak sore sampai malam. Hahaha. Koplak. Di Kafe Hola kami memesan indomi telur, omelet, dan aneka minuman. Loh, bukannya tadi sudah makan donat sekotak? Tidak ... donatnya cuma satu yang tersentuh hahaha. Donat yang lebih itu kemudian diberikan oleh Armando pada temannya yang juga sedang nongkong di Kafe Hola.
Kafe Hola merupakan markas besar alumni SMUN 1 Ende angkatan saya (pssst, angkatan dirahasiakan ya). Pas tiba di sana, sudah ada teman-teman saya yang juga lagi nongkrong, mereka baru saja pulang dari rumah teman lain yang mengalami kedukaan (Ibu mertuanya meninggal dunia). Bertemu dengan para bedebah itu membikin saya ngakak tak karuan.
Foto di atas, para bedebah yang mau difoto saja masih saling meraba itu, mencolek ini, masih nganu, masih saling ro*o. Ha ha ha. Kangen mereka semua. Semoga rencana kita untuk tur bareng di akhir tahun dapat terlaksana ya.
Juga Asyik Dibaca: Potensi Wisata di Pantai Anaraja
Well, kembali lagi ke Pantai Ndao tempat saya, Armando, dan Sony memburu sunset. Bagi kalian yang datang ke Kota Ende, jangan lewatkan untuk menikmati sunset. Jarak dari pusat kota ke pantai sangat dekat, bisa pula dengan berjalan kaki apabila kalian menginapnya di sekitar Jalan Sudirman dan Jalan Pahlawan. Lebih jauh ke Timur, boleh menggunakan kendaraan sewaan. Dari sudut manakah sunset betul-betul indah untuk dinikmati? Dari semua sudut! Sepanjang pantai, dari daerah Tanjung, ke Pantai Ende, hingga ke Pantai Ndao. Jangan ragu bertanya pada penduduk setempat lah ya. Tapi kalau kalian juga ingin menikmati sunset sambil makan-minum, langsung saja ke Pantai Ria (di Pantai Ende) karena di sana banyak lapak dibuka.
Bagaimana ... masih ragu datang ke Ende? Selain Danau Kelimutu yang ausam itu, ada saya yang Insha Allah dengan senang hati menunggu. Ehem. Hehe.
Happy Traveling!
Cheers.
Aku sukaaaaaa 😍😍😍😍
BalasHapusSukses yah..next kita agak keluar yuk 😁😁
Next ke MANULALU! :D
HapusSebenarnya kalau nyunset atau nyunrise di pantai berpasir hitam ada sisi uniknya lho, ambil fotonya di pasir yang basah kalau mendekati gelap itu malah jadi seperti cermin jadi punya pantulan lebih sempurna. Pantulan seperti ini gak didapatkan kalau memotret di pasir putih
BalasHapussaya udah perna jalan2 sampai papua,yang belum pernah ya di NTT
BalasHapusYang bikin saya iri sebagai anak Jawa adalah, pantai-pantai di luar Jawa itu bersih-bersihhhh. Apalagi di Nusa Tenggara. Temen saya cerita pantai di sana bening-bening, gak kaya di Jawa yang penuh sampah dan kotor, huhuhu.
BalasHapusIya krn di sna jrg org nyampah, krn sdkit yg dimakan. Beda dg d jawa, yg dimakan bnyk, jajan ny bnyk, maka ny sampah ny jg bnyk.
HapusIndikasi merata ny pmbangunan ekonomi dri smpah ny, klo ad pntai d indonesia blm kotor, tnd ny ekonomi blm merata dan PEMAHAMAN LINGKUNGAN pun belum merata. Itulah Indonesia :)