Puskesmas Cantik di Tanah Ubi Roti

Ubi Nuabosi yang digoreng, dinikmati bersama ikan bakar, sambal goreng ikan teri, ngeta (sejenis urap), dan sambal kemangi.

Orang NTT pasti tahu, setidaknya pernah mendengar, tentang Nuabosi. Nuabosi terletak di dataran Ndetundora, Kecamatan Ende, Kabupaten Ende. Ada empat desa di dataran tinggi ini yaitu Desa Ndetundora I, Desa Ndetundora II, Desa Ndetundora III, dan Desa Randotonda. Tapi, Orang Ende lebih mengenal daratan ini, dari ujung ke ujung, dengan nama Nuabosi. Nuabosi merupakan daerah asal Nenek Sisi, Mamanya Mamatua. Sedangkan Kakek Arnoldus, Bapaknya Mamatua, berasal dari Faipanda di dataran tinggi Lepembusu (dari arah Ende, sebelum Moni). Mamatua selalu bangga bercerita tentang Nuabosi dan Faipanda. Terutama tentang Bapaknya Nenek Sisi yang bernama Pawe. Kata Mamatua, dengan nada bangga, Kakek Buyut Pawe ini kaya raya dan ke mana-mana selalu membawa kantong berisi uang koin. Kakek Buyut Pawe (isterinya kami panggil Nenek Buyut Bhara) paling senang membunyi-bunyikan kantong uang yang digantung di pinggang itu apalagi di hadapan banyak orang. Saya iseng bertanya, "Memangnya uang itu untuk apa, Ma? Hasil bumi melimpah kan?" Dan Mamatua menjawab, "Untuk beli orang."

Foto ini sudah lama sekali. Bersama Babe Didi Pharmantara dan salah satu paman kami di Nuabosi.




UBI NUABOSI

Kakak Toto Pharmantara (alm.) pernah bilang kalau ubi Nuabosi itu ubi roti karena empuk/lembut dan sangat harum! Direbus, digoreng, atau dibakar, sama-sama menggoyang lidah. Apalagi jika dinikmati bersama sambal kemangi, sayur ngeta (urap), dan ikan bakar. Tekstur ubi Nuabosi ini berbeda dengan ubi dari daerah lain di Pulau Flores. The one and only. Sangat-sangat lembut dan merekah. Sebenarnya masyarakat di dataran Ndetundora tidak menanam ubi semata-mata. Dari kebun keluarga kami di Desa Ndetundora I tepatnya di wilayah Koponio, saya melihat pohon-pohon cokelat, sayur-mayur, serta kelapa. Tetapi yang paling terkenal ya memang ubinya. Ubi Nuabosi. Ubi roti. Belum afdol ke Ende kalau belum merasakan ubi Nuabosi yang kesohor. Lantas, bagaimana kalian bisa menikmatinya? Apakah harus datang ke Nuabosi terlebih dahulu?

Tentu tidak hehehe.

Ubi Nuabosi dijual di Pasar Mbongawani, Kota Ende, dengan jumlah 10 - 12 batang per ikat dan dibedakan berdasarkan ukuran: besar dan kecil. Seikat ukuran besar seharga Rp 40.000 sedangkan ukuran kecil Rp 20.000. Tapi kalau sudah kenal sama penjualnya, seikat ukuran besar bisa dibawa pulang dengan harga Rp 35.000 saja. Kalau kalian membeli ubi Nuabosi di Pasar Mbongawani, jangan heran bila melihat pembeli lain yang mengangkut ubi dalam kemasan kardus besar dan kecil. Ubi itu bakal dikirim ke keluarga/teman mereka di Kota Kupang, Denpasar, atau Surabaya, misalnya. Ubi Nuabosi juga naik pesawat terbang loh hehehe. Saya sendiri pernah rajin membeli ubi Nuabosi saat berbisnis Tutela. Tapi dalam membeli ubi Nuabosi kalian harus cermat, jangan sampai membawa pulang ubi yang sudah lama. Cungkil pakai kuku diperbolehkan kok, untuk tahu kesegarannya. Ubi Nuabosi yang segar terlihat putih bersih, tanpa urat-urat biru/hitam.


Ubi Nuabosi juga dapat dibeli dalam bentuk kripik yang sudah dikemas rapi dengan varian rasa. Ada dua merek kripik ubi Nuabosi terbesar di Ende. Yang pertama Kripik Ubi M.S. dan yang kedua Kripik Ubi Madani. Baik M.S. dan Madani sama-sama menggunakan ubi Nuabosi yang dibeli berdasarkan luas tanahnya. Iya, berdasarkan informasi yang saya peroleh, pengusaha kripik pergi ke Nuabosi, bertemu pemilik lahan, lantas berkata, "Oke, saya beli dua hektar." Saat panen, dua hektar ubi sesuai perjanjian itu, diantar atau diambil oleh pengusaha kripik langsung di lokasi dan dibawa pulang saat masih sangat segar, untuk dikelola di pabrik rumahan mereka. Selain ubi, dua rumah produksi kuliner rumahan itu juga memproduksi kripik pisang.

Baca Juga : Bukit Raja Tidur, Sumba

Suatu saat saya bermimpi bakal ada tempat makan dengan bahan dasar ubi, di dataran Ndetundora sana, yang berdiri di sekitar lapangan luas yang menjadi semacam ikon Nuabosi ini:


Semoga.


PUSKESMAS NDETUNDORA


Pemandangan dari ketinggian, beberapa kilometer sebelum memasuki Nuabosi.


Kamis, 25 Oktober 2018, saya dan penyiar keren RRI PRO 2 Ende Armando #KakiKereta ke Nuabosi. Tujuannya bukan ubi Nuabosi atau rumah keluarga saya, melainkan taman bunga matahari yang ada di Puskesmas Ndetundora. Puskesmas ini ditenagai tujuh puluh dua tenaga medis namun sebagian besar masih honorer/sukarela. Adalah Nesti Salung, adek sepupu saya si bidan cantik, yang mempos foto-foto taman bunga matahari ini di Facebook. Gemas sekali melihatnya. Maka saya mengagendakan satu hari untuk bisa berfoto di taman tersebut. 


Puskesmas Ndetundora terletak di pinggir jalan, satu-satunya jalan utama, Nuabosi. Tidak jauh dari lapangan luas Nuabosi. Di bagian depan puskesmas, di balik pagar, ditanam bunga-bunga seperti bunga pukul sembilan dan bunga matahari. Bunga matahari ini yang secara tidak langsung mengundang saya untuk datang karena belum sempat pun saya pergi ke taman bunga di Ponpes Walisongo - Ende.


Kan asyik bisa foto di sini hahaha.


Selain Nesti yang menyambut kami dengan sumringah dan kaget karena kakaknya mendadak muncul di Puskesmas Ndetundora, ada pula adek sepupu saya yang lain yaitu dokter Ayu Lasa, temannya Armando sendiri, temannya keponakan saya yang bernama Nunny, tenaga medis lainnya, dan Bapak KTU. Mengobrol sebentar, saya melihat-lihat suasana puskesmas. Puskesmas Ndetundora ini sangat cantik, didominasi warna hijau dengan imbuhan warna-warna cerah, dipenuhi bunga, papan-panan nama, pot-pot DIY, bangku taman DIY, sampai tempat buat pasien stroke berlatih jalan! Lantas Nesti mengajak kami ke lokasi toga di belakang area puskesmas.


Toga? Pikiran saya melayang pada toga yang baru dipakai tanggal 20 Oktober lalu. Ternyata toga yang dimaksud adalah tanaman obat keluarga. Areal toga ini ditata sedemikian rupa sehingga sangat memanjakan mata. Saya sampai bilang begini, "Aduh, Nesti, areal macam begini dengan cuaca adem begini, ada bangku taman ... sudah jadi sepuluh artikel kalau saya!" Dan mereka terbahak-bahak.


Toga ini terdiri dari banyak macam: cocor bebek, lidah buaya, kumis kucing, daun mint, daun afrika yang rajin dikonsumsi Ocha itu, tanaman patah tulang, daun sambung nyawa, dan lain sebagainya:


Setiap toga diberi keterangan/dinamai serta fungsinya masing-masing. Tujuannya, menurut Bapak KTU adalah agar masyarakat tahu bahwa di sekitar lingkungan tempat tinggal mereka ada toga yang bisa dimanfaatkan untuk kesehatan keluarga. Ini yang menurut saya luar biasa karena meskipun namanya Puskesmas yang identik dengan obat kimia namun mereka tidak menutup gerbang toga untuk dikenalkan pada masyarakat. 

Dari area toga, kami diajak menuju area kebun gizi. Kata Nesti buah-buah seperti stroberi sudah dipetik (soalnya sudah masak kan). Hehehe.


Dari kebun gizi saya dan Armando masih sempat mengeksplor sekitar puskesmas. Seperti foto tempat latihan jalan di atas, lantas ada bangu taman DIY seperti ini:


Ada pula pot bunga DIY yang satu ini:


Dan bunga-bunga cantik!



Bagi pecinta bunga, Puskesmas Ndetundora adalah surga yang dirindukan. Hehe. Makanya tidak salah jika saya menulis judul: Puskesmas Cantik di Tanah Ubi Roti. Karena #KakiKereta ke Nuabosi itu memang khusus untuk Puskesmas Ndetundora yang cantik! Dalam perjalanan pulang selalu kalimat ini yang terngiang di kepala: Puskesmas Ndetundora, tempat merawat si sakit bercita rasa wisata. Itu bukan omong kosong, dari pos ini serta foto-fotonya, saya pikir kalian juga pasti setuju. Si sakit bakal merasa seperti sedang berada di rumah sendiri.

Kami lantas diajak beristirahat sambil menikmati ubi Nuabosi goreng di rumah dinas yang menjadi semacam pusat istirahat para tenaga medis. Rumah ini terletak di depan, dekat gerbang. Sepiring ubi Nuabosi itu bikin tangan saya terus bergerak ke arah piring hahaha.


Saat sedang mengaso dan menikmati ubi Nuabosi goreng itu, kabut turun dan tak berapa lama hujan mengguyur dataran Ndetundora. Ah, suasa begini bikin mata lekas layu. Tapi kami tidak boleh berlama-lama karena saya punya tugas sore di Stadion Marilonga sebagai panitia turnamen sepak bola Ema Gadi Djou Memorial Cup. Maka setelah hujan reda, saya dan Armando langsung pamit dan meluncur pulang. Rencananya Armando bakal nge-vlog soal para pejuang ekonomi, petani batu di daerah Samba (batu yang diambil dari tebing) tetapi karena hujan, maka Armando membatalkan niat tersebut.

Baca Juga : Sensasi Ngopi di Puncak Nangaroro

Mari pulang ke Ende.

Sebelum menutup pos ini, dalam perjalanan pulang ke Ende, masih sempat-sempatnya Armando mengajak saya memerhatikan tulisan bagian depan sebuah angkot. Duh ileeeehhh iseng banget siiiih ... hahaha ...



See good bay MANTAN!

*ngakak guling-guling*

Jadi, kalau kalian traveling ke Kota Ende, jangan lupa main ke Nuabosi. Selain bisa melihat langsung kebun-kebun ubi Nuabosi yang kesohor itu, kalian juga bisa bertamu ke Puskesmas Ndetundora yang cantik, juga bisa berinteraksi dengan masyarakat setempat. Bagi saya, #KakiKereta ke Nuabosi khususnya ke Puskesmas Ndetundora menjadi cerita menarik tersendiri. Karena cuti saya masih berlaku, cieeee, jadi bakal jalan lagi ke tempat lainnya.

Besok ... ke mana kite?


Cheers.

Komentar

  1. Asli lah ini puskesmas cantiik niaaaaan. Puskesmas paling cantik yg pernah saya tau. Penasaran sama rasa ubi rotinya. Aaaaaa... Ingin jalan2 di NTT jugaa.. 😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. Keren kaaan puskesmasnya? Hihihih. Saya jatuh cinta bener sama puskesmas ini euy!

      Hapus
  2. penasaran pengen nyicipin ubinya tuh... trs itu puskesmas bikin betah kali ya... :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ubi Nuabosi sangat terkenal hingga seantero NTT hihihi bahkan di luar NTT juga karena dikirim ke kota-kota lain juga kan hehehe :D

      Hapus
  3. Jadi penasaran nih gmn rasanya ubi dimakan dgn ikan bakar, pastinya menggoyang lidah nih...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sangat menggoyang lidah mas Aris :D hehehe. Sesekali main ke sini hyuuukkk... jadi nanti saya anter ke Nuabosi dan menikmati ubi nuabosi langsung di kampungnya.

      Hapus
    2. Kapan sih bisa ke Ende ya?
      nunggu uangnya ngumpul kok malah habis terus hehehe

      Hapus
    3. Hhahahah sama mas, saya masih punya niat traveling ke beberapa pulau tapi uangnya habis terus :D

      Hapus
  4. Duh, baca pos ini bikin lapar. Makanan khas Flores unik. Ubi, ikan bakar, urap, dan sambal adalah hasil bumi yang melimpah ruah. Sehat dan mengenyangkan. Rasa ubinya bikin saya penasaran, ha ha.
    Senang bisa tahu ada puskesmas cantik di Nuabosi, bikin mupeng saja. Tanaman toga tuh penting banget unti selalu ada di setiap rumah. Saya juga mestinya nanam itu, Nonamuda.
    Penasaran banget dengan kisah koin untuk beli orang. Seriusan? Ha ha.

    BalasHapus

Posting Komentar

Untuk pertanyaan penting dengan respon cepat, silahkan hubungi nomor WA 085239014948 (Chat Only!)