Wisata Sejarah Sebagai Wadah Belajar Sejarah


Wisata Sejarah Sebagai Wadah Belajar Sejarah. Menulis tentang wisata sejarah, tentu membikin saya sedikit lebih sombong, karena Kota Ende merupakan salah satu kota di Indonesia yang menjadi saksi pengasingan Presiden pertama Republik Indonesia Soekarno atau lebih sering kita sebut Bung Karno. Hanya itu kok sombong? Belum ... sabar dulu. Hehe. Kota Ende, Ibu Kota Kabupaten Ende, merupakan kota tempat benih butir-butir Pancasila direnungkan oleh Bung Karno! Sampai di sini kalian pasti langsung tersenyum kecut karena kesombongan saya beralasan kuat. Halaaah. 

Juga Asyik Dibaca: Ritual Goro Fata Joka Moka (2016)


Saya sering diundang oleh Prodi Pendidikan Sejarah, FKIP, Universitas Flores (Uniflor), untuk meliput kegiatan lawatan sejarah yang merupakan mata pelajaran mahasiswa semester awal. Tempat-tempat yang dikunjungi antara lain Situs Bung Karno, Taman Renungan Bung Karno (di sini beliau merenungkan benih butir-butir Pancasila), makam Ibu Amsi, hingga Gedung Imaculata. Sekarang, perlu ditambah dengan satu tempat lagi yaitu Serambi Bung Karno yang bertetangga dengan Gereja Kathedral Ende. Pada masa pengasingan, Bung Karno bersahabat dengan Pastor-Pastor di Biara Santo Yosef dan diberikan ijin untuk membaca buku-buku di sana. Di mana lagi beliau bisa memperoleh atau meminjam buku-buku berkualitas kalau bukan di biara?

Dan lawatan sejarah meskipun dalam konsep belajar, merupakan satu kesatuan dengan wisata sejarah karena mahasiswa Prodi Pendidikan Sejarah berasal dari berbagai daerah di Pulau Flores dan sekitarnya. Ini namanya belajar sambil berwisata.

Dalam kehidupan saya yang fana dan fanga ini, ada banyak situs yang pernah saya kunjungi, namun kali ini saya mau bercerita tentang dua situs yang langsung muncul di benak setiap kali lawatan sejarah dilaksanakan yaitu Situs Bung Karno dan Situs Linggarjati.

Situs Linggarjati


Tahun 2010, setelah lolos menjadi salah seorang Petualang ACI dari DetikDotCom, saya berkesempatan mengunjungi Situs Linggarjati di kaki Gunung Ciremai, Provinsi Jawa Barat. Perjalanan yang sudah pernah saya dan Acie tulis sebagai laporan ke penyelenggara ACI DetikDotCom tetapi belum pernah menulisnya pribadi di blog.


Mengunjungi Situs Linggarjati pada waktu itu diiringi oleh diabetes yang menggila dan harus rajin-rajin pergi ke kamar mandi. Informasi ini tidak penting tapi bolehlah saya tulis kalau gara-gara diabetes mobil sewaan harus sering berhenti di POM bensin demi menuntaskan kebutuhan saya pada kamar mandi. Akhirnya tiba di Situs Linggarjati merupakan peristiwa bersejarah dalam hidup saya. Menurut informasi yang diperoleh dari berbagai sumber, Situs Linggarjati merupakan bangunan cagar budaya yang dilindungi oleh Undang Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Serang.


Situs ini berupa bangunan rumah yang dilestarikan, terletak di Desa Linggajati, Kecamatan Cilimus, di kaki Gunung Ciremai. Jarak dari kota Kuningan kira-kira 14 km ke arah Utara dan 26 km dari Cirebon ke arah Selatan. Gedung ini dulunya hanya merupakan gubuk milik Jasitem (1918) hingga pada akhirnya oleh Pemerintah diserahkan kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk dipugar dan dijadikan situs.


Waktu itu, dari arah Cirebon bertemu pertigaan yang dikenal dengan nama Gibu (yang banyak penjual tahu gorengnya haha), melewati jalan menanjak sekitar 5 km dan cukup banyak kelokan, kami tiba di depan Situs Linggarjati. Tepatnya di Jalan Naskah. Diberi nama Naskah sesuai dengan naskah hasil perundingan Linggarjati pada masa itu.


Seperti yang sudah kita ketahui pada masa itu tanggal 10 s.d. 13 November 1946 gedung ini digunakan sebagai tempat perundingan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Belanda. Indonesia diwakili oleh PM Sutan Syahrir dengan anggota A.K. Gani, Susanto Tirtodiprojo dan Mr. Mohamad Roem. Sementara itu dari Belanda diwakili oleh Dr. Van Debour. Sebagai Penengah dari Inggris diwakili oleh Lord Killean. Hasil perundingan tersebut adalah naskah Perjanjian Linggarjati yang terdiri dari 17 Pasal yang ditandatangani di Jakarta pada tanggal 25 Maret 1947. Oleh karena itu lah kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 diakui oleh dunia.


Pintu utama gedung Linggarjati tidak dibuka untuk umum. Pengunjung boleh masuk ke gedung lewat pintu di sisi kanan pintu utama di mana tersedia meja piket atau penerima tamu. Boleh juga masuk melewati pintu di sisi gedung dan pintu belakang. Secara keseluruhan luas Situs Linggarjati kira-kira 800 meter persegi dengan gedung tipikal gedung kuno dengan langit-langit yang tinggi dan luas. Terdapat 8 kamar dengan 2 tempat tidur di masing-masing kamar.


Benda-benda di dalam gedung masih terlihat utuh. Meskipun nampak tua (dan antik) namun kebersihannya terjaga. Di ruang tamu terdapat seperangkat sofa, jam bandul setinggi orang dewasa, foto-foto dan diorama Perundingan Linggarjati. Ruangan berikutnya, 5 kali lebih luas dari ruang utama, menampilkan meja-meja perundingan yang digunakan pada masa itu, lemari-lemari arsip yang nampak masih kokoh, foto-foto para Pejuang Indonesia dan sebuah piano tua yang terletak di sudut. Menurut Kepala Situs, Bapak Ruhiat Hardianto, piano tersebut masih 40% berfungsi.


Dan jangan lupakan pedagang tahu gejrotnya! Iya, pedagang tahu gejrot boleh memasuki areal situs dan berdagang di sana, yang penting jaga kebersihan. Harus.

Situs Bung Karno


Ini dia rumah pengasingan Bung Karno yang lebih dikenal dengan nama Situs Bung Karno. Anehnya, saya belum pernah menulis secara lengkap tentang Situs Bung Karno di blog ini. Tapi kalian dapat membacanya di pos berjudul Situs Bung Karno Kini dari blog sebelah. Ya masih blog saya juga donk hehe.


Situs Bung Karno, rumah tempat tinggal Bung Karno selama masa pengasingan di Kota Ende pada tahun 1934 - 1938, terletak di Jalan Perwira. Jaraknya dari bandara sekitar 3 kilometer, sedangan dari Pelabuhan Bung Karno hanya 10 menit berjalan kaki.


Di dalam rumah tersebut masih tersimpan dengan sangat baik barang-barang yang dulu pernah dipakai oleh Bung Karno. Ruang tamu lengkap dengan meja dan kursinya, kamar-kamar dengan tempat tidurnya, ruang semedi, sumur yang dipercaya airnya bisa bikin awet muda, rak buku-buku tentang Bung Karno. Selain itu, galeri utama yang terletak di ruang depan terdapat etalase tempat barang-barang kecil lainnya seperti piring makan, seterika, pipa, tongkat, biola, hingga sarung. Barang-barang tersebut kebanyakan datang dari masyarakat (pemberian) saat Bung Karno tiba di Kota Ende.


Nampaknya saya harus menulis satu pos khusus tentang Situs Bung Karno. Wajib! Nantikan di blog ini ya. Situs Bung Karno, salah satu aset wisata sejarah Kabupaten Ende yang sangat kami banggakan.

Juga Asyik Dibaca: Gara-Gara Fisik Batal Mendaki Watunariwowo


Itu dia dua situs yang selalu saya ingat setiap kali meliput kegiatan lawatan sejarah oleh Prodi Pendidikan Sejarah. Sambil meliput sambil mengumpulkan foto bahan nge-blog itu menyenangan loh. Sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui ... begitu ... kata pepatah.

Happy traveling :)



Cheers.

Komentar

  1. Dulu pernah ke Situs Bung Karno tapi belum puas explore karena bawa keluarga hehe, makasih yah sudah share :)

    BalasHapus
  2. Wah ke Situs Linggarjati pun belum pernah, apalagi ke situs Bung Karno. Senangnya bisa liputan sambil cari bahan blog :D

    BalasHapus

Posting Komentar

Untuk pertanyaan penting dengan respon cepat, silahkan hubungi nomor WA 085239014948 (Chat Only!)