Dapur Jadul, Bukan Dapur Biasa


Dapur Jadul, Bukan Dapur Biasa. Waktu saya membaca e-pamflet tentang tanggal opening sebuah tempat bersenang-senang baru, saya langsung berniat untuk tidak ke sana saat opening, karena suasananya sudah pasti kayak Kopaja. Sesak! Prediksi saya benar. Bahkan setelah dua minggu dibuka pun tempat itu masih saja ramai oleh pengunjung yang tidak mau ketinggalan momen 'baru' dari tempat bernama Dapur Jadul. Dapur Jadul mulai dibuka sekitar tanggal 15 atau 16 Juni 2019 (saya lupa tanggal persisnya). Lokasinya di daerah (Pantai) Raba, pinggir pantai, Jalan Ende - Nangapanda. Jaraknya sekitar sepuluh kilometer dari pusat Kota Ende. Ya, kalau kalian ke Kote Ende, akan saya ajak ke tempat ini. Mari kita bersenang-senang.


Memangnya, apa sih keistimewaan Dapur Jadul? Apakah di sana ada replika Brad Pitt dan Leonardo di Caprio? Makanya, baca sampai selesai, ya! Haha.

Dapur Jadul


Berdiri di pinggir jalan di daerah (Pantai) Raba, Dapur Jadul dimiliki oleh pengurus dan pengelola Ponpes Panti Asuhan Wali Sanga yaitu Kakak Nona Eka. Saya memanggilnya Kakak Nona. Kalau kalian membaca tulisan saya tentang Ponpes Panti Asuhan Wali Sanga, pasti kalian bakal tahu bahwa tempat itu menjadi begitu berwarna dan dipenuhi dengan barang-barang hasil Do It Yourself (DIY) serta penataan yang artistik. Unik dan memukau. Dan Kakak Nona membawa konsep penuh warna ini ke lokasi bersenang-senang, Dapur Jadul.


Jaraknya dekat saja, masih lebih jauh jarak antara perasaan kita dari Kota Ende ke Danau Kelimutu. Haha.

Menurut Kakak Nona, Dapur Jadul mempekerjakan lulusan MAS Wali Sanga yang berdiri di ponpes dan berada di bawah naungan yayasan. Karena, setiap lulusan punya waktu dua tahun untuk mengabdi pada almamater. Kalau dulu para lulusan mengabdi dengan salah satunya berkebun, kebunnya di sekitar ponpes juga, sekarang mereka diajarkan untuk berwirausaha melalui latihan menjahit dan tentunya Dapur Jadul. Keren kan? Output-nya adalah ketika mereka kembali ke kampung halaman, karena penghuni Ponpes Panti Asuhan Wali Sanga juga ada yang dari kabupaten lain, kelak, sudah ada modal pengalaman selain ilmu akademik di bangku sekolah.

Konsep


Dapur Jadul dibikin dengan konsep: tempat makan, tempat bersantai, dan tempat berburu foto. Seperti yang sudah sering saya bilang, suasana merupakan komoditi utama yang dijual, setidaknya demikian penilaian saya terhadap Dapur Jadul. Siapa sih yang tidak senang bersantai sekeluarga di tepi pantai, bisa main di pasir, makan-makan, bahkan bisa sambil tiduran karena disediakan pula beanbag. Karena, makanan bisa kita temukan di mana saja, termasuk di dalam Kota Ende yang dijamuri kafe kekinian, tapi suasana ... itu perkara lain.

Dari pintu masuk, pengunjung langsung disambut sama petugas parkir yang kadang membantu pengunjung memarkir kendaraan roda dua. Kalau roda empat, silahkan parkir di area roda empat lah. Setelah itu pengunjung disambut dua atau tiga petugas lagi yang mengenakan kain kotak-kotak, baik perempuan maupun laki-laki. Mereka ini yang bakal menyerahkan menu dan form pesanan. Dibawa saja dulu, nanti kalau sudah menentukan menu, boleh memanggil petugas yang lalu-lalang di sekitar. Jangan lupa menulis nama dan nomor meja. Meja-mejanya juga ada yang berbahan peti kayu/palet. Asyiklah!

Vespa di depan dapur dan restoran. Tapi ini bukan tempat makan satu-satunya karena di Dapur Jadul, tersebar banyak meja dengan nomor-nomor mejanya masing-masing.

Pusat Dapur Jadul, bagian dapur, terletak di sisi Timur, cukup luas, dengan bagian depan yang ditata apik pun menjadi spot foto seperti ranjang dengan aneka bunga, vespa jadul (seperti foto di atas), baliho besar yang keseluruhannya bergambar Bung Karno, latar kain-kain dengan pigura (kebesaran ini piguranya haha), hingga ornamen-ornamen unik.

Yang paling menarik, saya yakin ini magnet terbesar karena pertama di Kota Ende, adalah disediakannya motor ATV dengan track sepanjang pantai.  Ada dua motor ATV yang disediakan tapi tetap saja saya tidak kebagian. Antriannya panjang, woih. Semua orang harus 'menaikinya' dan mungkin mengendarai ATV merupakan cita-cita yang dibawa saar keluar rumah menuju Dapur Jadul. Saya harus ke sana lagi lah biar punya foto kekinian dengan motor ATV hahaha.

Spot Foto Instagenic


Jujur, saya tidak sekadar mengejar makanan kalau ke Dapur Jadul, tapi suasananya. Termasuk, spot foto instagenic yang tidak bakal selesai semua dieksplor hanya dalam sekali kunjungan. Selain mengantri, jangan sampai dipelototin oleh pengunjung lain karena menyerobot, jumlah spot fotonya begitu banyak bak butir pasir. Salah satunya seperti di bawah ini:

Maaf, kaosnya limited edition, khusus buat Relawan Bung Karno saja.

Spot foto yang ini, I love you Bung, yang paling pertama membikin perasaan saya huru-hara pengen segera ke sana saat pertama kali dibuka, tapi harus tahan diri ketimbang kaki keinjek penumpang Kopaja *ngikik*.

Piguranya kebesaran, tapi teteup asyik.

Hari itu, Sabtu 29 Juni 2019, Saya - Thika - Enu bahkan tidak bisa berfoto-foto di semua spot foto yang ada! Karena ... kami kan juga harus menikmati makanan yang sudah dipesan. Menikmati makanan sambil dipenuhi dengki karena tidak bisa menyewa motor ATV gara-gara antrian pullll. Oh ya, beberapa spot foto lainnya antara lain: pot celana jin, setapak warna-warni dengan payung, dua baliho Bung Karno, seperangkat drum, dan lain sebagainya. 

Food and Beverages


A-ha. Tidak sekadar mengejar makanan bila ke Dapur Jadul bukan berarti sama sekali tidak mau memesan makanan dan minuman. Ya rugi donk. Manapula saya suka sekali sama es tiramisu-nya. Menu-menu yang ditawarkan terdiri atas cemilan, makanan berat, dan aneka minuman.

Sebagian menu pesanan kami bertiga.

Juga Asyik Dibaca: Bukit Sabana di Nagekeo

Hari itu kami memesan tiga porsi nasi ayam geprek, mi goreng, roti bakar keju, pisang owol, es tiramisu, es teh tarik, es hazelnut, dan tambahan dua es soda gembira. Antara rasa dan harga sebanding dan rata-rata sama lah dengan kafe-kafe yang ada di Kota Ende maupun beach cafe. Tapi, sekali lagi, suasananya yang bikin semuanya menjadi begitu berbeda, termasuk nafsu makan si Thika yang mendadak meningkat! Haha. Kami belum mencoba menu-menu dengan hot plate dan makanan yang dimasak sendiri (kompor mini). Nantilah.

Hari itu setelah menghabiskan pesanan makanan dan minuman, kami pindah meja ke tepi pantai untuk melihat orang-orang yang mewujudkan cita-cita mereka mengendarai motor ATV.


Artinya saya harus kembali ke Dapur Jadul untuk menikmati varian menu lainnya, menikmati suasananya, mencicipi motor ATV, serta tiduran *muka polos*.


Dari semua pengunjung, mungkin baru saya yang mengunggah foto di sebuah spot yang tidak terpikirkan oleh mereka. Tradaaaa ...


Di manakah ini? Di depan, sebelah selatan, deretan kamar mandinya! Amboi! Area sekitar kamar mandi saja ditata seapik ini, bagaimana dengan yang lainnya kan? Sudah terbayangkan oleh kalian?

Kesimpulan


Saya menyukai Dapur Jadul baik konsep, makanan, aneka atraksi, hingga pemiliknya. Melihat antusias pengunjung, saya pikir tempat-tempat seperti ini harus lebih banyak dibuka dan dikelola dengan baik, untuk mendukung geliat pariwisata di daerah kita. Aset wisata kita yang utama tentu masih Danau Kelimutu, tapi wisata pendukung lainnya juga perlu. Bukan hanya untuk wisatawan asing tetapi untuk masyarakat kita sendiri. Terbukti masyarakat kita sangat membutuhkan hiburan.

Apakah akan ke sana lagi? Tentu. Pasti akan ada waku untuk bersantai dan bersenang-senang di Dapur Jadul. Kalian mau ikut? Ayo ke Ende.

Saran, Bukan Kritik


Apa dan siapalah saya yang mengkritik. Tapi kalau saran, saya pikir selalu bisa dipertimbangkan oleh Kakak Nona apabila membaca pos yang satu ini.


Saran saya terutama tentang makanan dan minuman. Bukan, bukan berarti yang sekarang disediakan tidak memuaskan. Jadi, apa sarannya, Teh!? Dari menu-menu yang sudah ada, bolehkah ditambah menu makanan lokal? Local food selalu menjadi sesuatu yang istimewa. Misalnya ubi rebus atau ubi goreng, wa'ai ndota, alu ndene, ika soa, ikan pari goreng bumbu, jaung bose, dan lain sebagainya. Bisa juga dijadikan menu hari tertentu, seperti Warung Damai yang selalu menyediakan sup iga setiap Kamis dan sup iga itu menjadi buruan. 

Kenapa saya sarankan makanan lokal? Karena, salah satu foto yang pernah saya lihat di Facebook, entah saya lupa siapa yang mengunggah, adalah foto dua bule sedang bersantai di sana. 

Saran yang kedua adalah, bisa juga bekerja sama dengan penenun. Jadi dua alat tenun tradisional diletakkan di satu space pilihan. Pada alat tenun tradisional itu sudah ada sarung yang setengah jadi ditenun. Kalau bisa termasuk orang yang tahu seluk-beluk tenun ikat bisa disiapkan untuk menjelaskan tentang proses membikin tenun ikat. 


Kenapa saya sarankan alat tenun tradisional? Karena kaum muda kita harus tahu dan mencintai budayanya (tenun ikat dan tentu alat tenun tradisionalnya). Melihat, pura-pura duduk, pura-pura menenun, difoto, tentu akan jadi cerita tersendiri. Namanya, menanamkan nilai budaya milik kita pada kaum muda. Alasan berikutnya, ya karena bule alias turis itu juga paling suka sama hal-hal berbau tradisional (dan budaya). Ini akan menjadi nilai tambah tersendiri untuk Dapur Jadul. 

Pariwisata itu idealnya HEM
Hiburan ⇝ Edukasi ⇝ Makanan.

Masih ada saran lainnya tapi nanti saja deh haha. Lagi pula tempat ini masih baru, masih akan terus berkembang, dan semoga tetap terbuka menerima ide dan saran. Insha Allah.

Juga Asyik Dibaca: Proses Pembuatan Tenun Ikat

Terakhir, seperti biasa, yuk datang ke Ende. Saya tunggu bersama segudang atraksi wisata yang ada di sini baik wisata alam, wisata buatan, maupun perpaduan antara keduanya seperti Dapur Jadul ini. Siapa tahu kita bisa sunset-an bareng di sana atau merancang acara lamaran dan pernikahan di sana *kedip-kedip*. Haha.


Happy traveling!



Cheers.

Komentar

  1. Tempatnya kayaknya keren nih. Ditunggu fotonya Kak Tuteh dengan motor ATV.

    BalasHapus

Posting Komentar

Untuk pertanyaan penting dengan respon cepat, silahkan hubungi nomor WA 085239014948 (Chat Only!)