Nggela Kami Latu


Setelah menulis Joka Ingga, saya baru hendak menulis tentang Kampung Adat Nggela; mengumpulkan literasi hingga mempelajari penelitian yang dilakukan oleh Violin Kerong, serta berniat pergi ke sana untuk menggali lebih dalam informasi dari penduduk setempat. Kalau beruntung/diijinkan, bisa langsung mewawancarai para mosalaki (ketua adat). Baru separuh literasi dan penelitian tentang Kampung Adat Nggela saya baca, pada Senin 29 Oktober 2019, warisan adat dan budaya yang populer sampai penjuru dunia itu ludes dilalap api. Sebanyak 22 rumah adat, 10 rumah penduduk, dan 1 keda (balai pertemuan) lenyap dalam waktu singkat. Duka yang mendalam bersemayam dalam lubuk hati kami semua baik Suku Lio maupun Suku Ende. Mungkin atha bisa (orang dengan kekuatan supernatural) tahu alasan tersirat dibalik musibah terbakarnya rumah adat tersebut. Mungkin. Dan kemungkinan itu niscaya dapat dijadikan tolak untuk pembangunan kembali. Apa yang do dan apa yang don't. Tapi semua sudah terjadi.

Baca Juga : Lunch at Beach

Cerita dari Stevan B. Tani, teman saya yang pada hari kebakaran kebetulan pulang dari Watuneso ke Nggela (rumah besar nenek moyangnya), dari sekian banyak rumah adat, hanya satu saja yang masih bisa terlihat bentuk rumah adatnya yaitu Sa'o Embu Laka, karena menurut dia hanya bagian atapnya yang hangus. Sedangkan rumah adat lain diantaranya Sa'o Labo, Sa'o Ria, Sa'o Meko, Sa'o Tau Nggo, Sa'o Wewa Mesa (rumah adat ini punya halaman sendiri karena rumahnya menghadap ke arah laut), Sa'o Rore Api (rumah adat ini masih kakak-adik dengan Sa'o Wewa Mesa, anak/pecah dari Sa'o Labo), Sa'o Ndoja yang merupakan rumah adat nenek moyangnya Stevan, habis rata dengan tanah.

Kampung Adat Nggela, yang terletak di Kecamatan Wolojita - Kabupaten Ende, bukan satu-satunya kampung adat yang pernah terbakar. Tercatat pada Selasa 9 Oktober 2012, Kampung Adat Wologai, yang terletak di Kecamatan Detusoko - Kabupaten Ende, juga pernah terbakar. Kejadian ini memang tidak kita harapkan karena kebakaran yang membumihanguskan kampung adat merupakan kejadian yang juga menghanguskan perasaan dan harapan kita tentang aset pariwisata dari lini budaya. Tapi harapan itu harus kembali kita nyalakan. Harus! Tidak boleh kompromi.

Setelah kejadian terbakarnya Kampung Adat Nggela, berbagai upaya mulai dan terus dilakukan untuk membantu para korban baik oleh orang-orang yang berakar dari Nggela sendiri, maupun masyarakat luas. Solidaritas adalah nama yang menyatukan semua orang. Orang-orang bersatu mengumpulkan bantuan baik uang maupun barang dan bahan makanan. Komunitas-komunitas bersatu menggalang dana dengan turun ke jalan-jalan selama belasan hari. Bahkan kaum muda dari lini entertainment pun berupaya menggalang dana melalui kemampuan mereka menghibur orang lain. Kelompok terakhir ini terdiri dari musisi, penyanyi, MC, penyiar, fotografer, videografer, desain grafis, blogger, bahkan dosen yang selama ini berkonsentrasi pada pembangunan rumah adat.

Kegiatan dari kelompok terakhir ini bertajuk NGGELA KAMI LATU. Kami latu berarti kami ada. Kami latu sering digaungkan pada saat terjadi bencana alam seperti gempa. Bukan sekali dua saya melihat tetangga berlarian ke luar rumah saat gempa sambil membuat bunyi-bunyian dengan memukul panci atau memukul tiang listrik atau memukul aspal, sambil berteriak "Kami latu! Kami latu!". Kami latu, berteriak dan membuat bunyi-bunyian, menyampaikan pesan pada penjaga Bumi, bahwa di Bumi ini masih ada penghuninya. Mohon jangan digoncang.

Baca Juga : Wa'ai Ndota, Makanan Pokok Pengganti Nasi

Nggela Kami Latu akan dilaksanakan serentak di dua kota yaitu Surabaya dan Ende. Kegiatan di Kota Ende dapat dilihat pada e-poster di awal pos ini. Sedangkan kegiatan di Kota Surabaya, silahkan cek e-poster di bawah ini:


Bagi kalian yang tinggal di Kota Surabaya dan ingin membantu, silahkan datang pada Selasa sore di Warung Mbah Cokro Jalan Prapen nomo 22 (samping Indogrosir).

Sedangkan bagi Bapak, Ibu, Kakak, Ade, teman-teman sekalian yang berada di Kota Ende, melalui kegiatan ini kalian dapat membantu dengan cara:

Menghibur

Bagi teman-teman musisi, stand up comedian, yang suka baca puisi, silahkan bergabung. Kemampuan dan keahlian kalian menghibur sangat dibutuhkan. Silahkan langsung menujur area parkir Roxy Ende di Jalan Ahmad Yani atau sering kita sebut jalan bawa. Atau kalian bisa menghubungi terlebih dahulu Desy dan/atau Viol di e-poster awal pos.

Menonton dan Menyumbang

Silahkan langsung ke area parkir Roxy Ende. Silahkan menonton aksi teman-teman kita; musik, stand up comedy, musikalisasi puisi. Dan, tentu saja, silahkan menyumbang seikhlaskan pada kotak amal yang disediakan panitia.

Menyumbang Tanpa Menonton

Bisa kah? Tentu bisa! Apabila kalian tidak bisa menonton karena waktu yang tidak mengijinkan, tapi tetap ingin menyumbangkan dana dan/atau barang, silahkan hubungi juga Desy atau Viol yang kontaknya dapat dilihat di e-poster awal pos. Barang yang dimaksudkan di sini berupa: pakaian, alas kaki, perlengkapan mandi, kebutuhan perempuan, sembako, dan apapun barang yang menurut kalian dapat membantu para korban karena kebanyakan mereka selamat jasmani dengan pakaian di badan tanpa satu pun barang lain yang menyertai.

Nggela, kami latu. Nggela, kami ada. Kalian tidak sendiri.

Harapan terbesar kita semua, Nggela segera bangkit, rumah adat kembali dibangun sesuai ritus adat pembangunannya, rumah penduduk kembali dibangun, stres para korban dapat luruh dan hilang seiring berjalannya waktu, dan Kampung Adat Nggela dapat kembali berdiri gagah menjadi aset wisata budaya di Kabupaten Ende yang populer dengan ritus adat Joka Ju (tolak bala) itu. 

Baca Juga : Aimere Tak Hanya Moke

#NggelaKamiLatu
#NggelaBangkit



Cheers.

Komentar

  1. Duka Nggela Duka Kita... 👌👍

    BalasHapus
  2. Beberapa tahun lalu Wologai pernah mengalami hal yg sama. Skrng Nggela. Kerugian tak ternilai dirasakan sdr/i kita yg mengalaminya.
    Kita blm punya fasilitas pemadaman kebakaran disetiap kampung adat.
    Butuh solusi.....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali Om Ludger. Waktu itu saya dan kawan-kawan juga menggalang bantuan untuk Wologai. Charity Act for Wologai.

      Hapus
  3. Balasan

    1. Alhamdulillah acaranya sukses, berkat doa om Bisot juga. Amin YRA.

      Hapus
  4. Betapa hancurnya hati, Kak. Bukan hanya karena situs wisata budaya, tapi juga tempat tinggal yang hilang. Semoga segera tergantikan :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin. Kita doakan bersama semoga semua bentuk penggalangan dana sangat bermanfaat bagi korban musibah ini. Amin...

      Hapus
  5. Kampung-kampung adat di Ende termasuk yang belum pernah saya datangi.. Semoga Kampung adat Nggela maupun Wologai bisa segera berdiri kembali

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siap Bang Bahtiar. Kalau di Wologai sudah berdiri kembali dan sudah dikunjungi, terakhir tahun lalu saya ke sana bareng teman-teman. Untuk Nggela, kita doakan bersama ya, Bang.

      Hapus

Posting Komentar

Untuk pertanyaan penting dengan respon cepat, silahkan hubungi nomor WA 085239014948 (Chat Only!)