Wujud Timbal Balik Melalui Bhaze Duza Dalam Suku Ende


Wujud Timbal Balik Melalui Bhaze Duza Dalam Suku Ende. Saya pernah menulis tentang buku pelulu, sebuah proses lamaran yang dilakukan oleh masyarakat Suku Ende yang terakulturasi baik secara agama (Islam) dan budaya oleh pelaut dari daerah luar ke pesisir Ende bagian Selatan. Untuk lebih lengkapnya silahkan baca pos berjudul Tahap-Tahap Menuju Pelaminan Dalam Adat Suku Ende. Di dalam pos tersebut kalian akan menemui kalimat bhaze duza. Apakah bhaze duza itu? Mau tahu? Baca pos ini sampai selesai. Hehe.

Juga Asyik Dibaca: Puskesmas Cantik di Tanah Ubi Roti


Dalam adat Suku Ende, sebelum menikah banyak tahap yang harus dilalui baik oleh calon pengantin maupun keluarganya. Tahap-tahap itu antara lain:

1. Ta'aruf/pacaran.
2. Temba zaza.
3. Nai Ono dan Buku Pelulu.
4. Minu Ae Petu.
5. Mendhi belanja (Suku Lio mengenalnya dengan istilah: antar belis).

Saat acara nai ono dan buku pelulu keponakan saya, Kiki.

Poin nomor dua sampai lima dilakukan oleh pihak keluarga laki-laki. Pihak perempuan adalah pihak yang menerima. Tetapi ada kekhususan pada poin nomor tiga dan poin nomor lima. Poin nomor tiga ada salah satu ritual yang disebut dengan bhaze duza, sedangkan pada poin nomor lima ada ritual yang disebut dengan mengantar isi kumba dan isi ae nio.

Duza Pu'u dan Duza Kerabat


Dalam bahasa Suku Ende, bhaze berarti balik dan duza berarti dulang/nampan. Ya, arti lurusnya, bhaze duza berarti balik dulang. Artinya, kalian harus tahu tentang nai ono (maso minta atau lamaran) dan buku pelulu. Pada tahap nai ono dan buku pelulu, pihak keluarga laki-laki datang ke rumah orangtua perempuan untuk nai ono dan mengantar buku pelulu. Barang-barang buku pelulu ini diletakkan di berbagai wadah seperti dulang, kotak, hingga keranjang. Kalau ada kotak dan keranjang, kenapa namanya tetap bhaze duza? Bukan bhaze kotak atau bhaze keranjang? Karena zaman dulu orang-orang tidak mengenal kotak dan keranjang, tetapi dulang. Sampai di sini kita sepemahaman ya.

Dulang-dulang yang diantar itu terbagi atas dua kelompok besar.

1. Duza pu'u.
2. Duza kerabat.

Dalam bahasa Suku Ende, pu'u berarti pokok/utama/inti. Duza pu'u merupakan dulang yang disiapkan oleh keluarga inti pihak laki-laki. Isi dulang-dulang pu'u ini beragam. Misalnya, saat tahap nai ono dan buku pelulu keponakan saya Angga, dulang-dulang pu'u berisi cincin dan uang jajan dari calon mertua (orangtua Angga) kepada calon menantu, tumpeng dan lauk-pauk, seperangkat pakaian perempuan, buah-buahan, aneka kue, dan lain sebagainya. Saat tahap nai ono dan buku pelulu keponakan saya Kiki, kami menerima dulang pu'u yang berisi cincin dan kalung, tumpeng dan lauk-pauk, buah-buahan, aneka kue, dan lain sebagainya.

Beberapa dulang pu'u dari pihak keluarga laki-laki, pacarnya Kiki (Solihin).

Kiki, setelah dipasangi cincin sama para bibinya Solihin.

Lalu bagaimana dengan duza kerabat? Sebelum pihak laki-laki nai ono dan buku pelulu, mereka sudah mengundang keluarga dan tetangga (melalui sodho sambu) untuk turut serta saat naik ono dan buku pelulu dengan membawa kue sepiring. Kue-kue yang dibawa oleh keluarga dan tetangga ini yang disebut duza kerabat/tambahan. Jadi jangan heran kalau sampai tiga pick up yang turut serta, untuk memuat dulang-dulang itu baik pu'u maupun dari kerabat/tambahan.

Squad Berani Lelah.

Isi duza kerabat ini yang nanti, setelah acara selesai, akan dibagikan oleh pihak keluarga perempuan kepada semua tamu (keluarga dan tetangga) yang mereka undang untuk turut bersama menunggu kedatangan keluarga pihak laki-laki. Keluarga dan tetangga ini pula yang akan diundang kembali saat hendak melakukan bhaze duza, tentu mereka akan membawa pula kue sepiring untuk menambah duza kerabat. Unik kan? Hehe.

Bhaze Duza


Saat keluarga pihak laki-laki melakukan proses nai ono dan buku pelulu ke rumah calon pengantin perempuan, maka para bibi dari pihak perempuan yang bertemu dengan para bibi dari pihak laki-laki akan bertanya tentang bhaze duza. Apakah dulang-dulang tersebut dibalikkan atau tidak? Waktu keponakan saya Angga melakukan tahap nai ono dan buku pelulu, keluarga kami memang tidak meminta bhaze duza. Tetapi waktu keponakan saya Kiki dilamar kemarin oleh keluarga calon suaminya, keluarga calon suaminya mengatakan untuk bhaze duza dengan jangka waktu satu minggu setelah nai ono dan buku pelulu.

Beberapa dulang pu'u dari pihak keluarga perempuan (Kiki).

Untuk bhaze duza ini, keluarga perempuan menyiapkan dulang pu'u yang jumlahnya harus sama dengan jumlah dulang pu'u yang diantar oleh pihak keluarga laki-laki. Isinya pun demikian. Jika dulang pu'u dari keluarga laki-laki tidak menyertakan seperangkat pakaian perempuan, maka dulang pu'u yang dibalik ini pun tidak ada seperangkat pakaian laki-laki. Sedangkan cincin serta kalung memang bukan kewajiban pihak perempuan, sehingga saat bhaze duza, pihak keluarga perempuan memang tidak menyiapkannya.




Sedangkan duza kerabat tergantung pada berapa banyak keluarga dan tetangga yang turut serta bersama keluarga perempuan melakukan bhaze duza. Nantinya kalau acara baze dhuza ini selesai, dimana pihak keluarga perempuan sudah pulang, pihak keluarga laki-laki akan membagikan kue-kue dari duza kerabat tadi kepada keluarga dan tetangga mereka yang datang untuk turut menunggu kedatangan pihak keluarga perempuan mengantar kembali dulang tersebut.

Perempuan Tidak Selamanya Hanya Menerima


Itu yang mau saya sampaikan pada pos ini. Baik dalam adat Suku Ende maupun Suku Lio, pihak perempuan tidak selamanya hanya menerima. Ada pola timbal-baliknya. Termasuk dalam Suku Ende ada istilah isi kumba dan isi ae nio. Itu akan saya bahas nanti. Sehingga kalau ada yang bilang: enak ya jadi perempuan, tinggal terima saja apa yang diantar oleh laki-laki. Itu salah. Karena sepanjang yang saya tahu dan lihat, baik dalam Suku Ende maupun Suku Lio, tidak ada keluarga perempuan yang semata-mata menunggu segalanya dari pihak keluarga laki-laki. Justru keluarga perempuan lebih sibuk karena selain harus juga punya persiapan uang, tasyakuran atau pesta pernikahan pun (kalau diadakan pesta) keluarga perempuan yang mengurusnya.

⇜⇝

Wujud timbal balik ini memang unik. Namanya juga adat, tidak bisa dihilangkan begitu saja, kecuali pihak keluarga laki-laki memang tidak menginginkan dulang yang diantar saat nai ono dan buku pelulu dipulangkan.


Yang tidak kalah unik adalah salah satu isi keranjang buku pelulu dari keluarga laki-laki itu berisi sirih-pinang. Menurut adik sepupu saya, Ida Pua Djombu, keranjang sirih-pinang itu harus dikasih ke saya dan/atau saya menerima porsi paling banyak saat dibagi. Ketika saya tanya apa alasannya, Ida berkata agar saya lekas menyusul si calon pengantin. Duh duh duh ... haha ... ada-ada saja. Lha saya sendiri sampai sekarang belum bisa mengunyah sirih-pinang (dan kapur). Pernah mencoba tetapi langsung mabuk. Mungkin nanti. Karena, secara pribadi masih ada yang kurang dari diri saya ketika belum mengunyah sirih-pinang. Haha.

Juga Asyik Dibaca: 5 Alasan Kenapa Kalian Harus Berkunjung ke Kabupaten Nagekeo


Semoga pos tentang bhaze duza ini dapat memuaskan rasa ingin tahu kalian tentang adat dan budaya Suku Ende, khususnya adat dan budaya tentang pernikahan.

Indonesia kaya akan adat dan budaya, termasuk tentang pernikahan, adalah tugas kita untuk menggali dan menuliskannya agar sama-sama saling tahu. Saya tahu tentang adat dan budaya pernikahan di daerah kalian, demikian pula sebaliknya. Jangan sampai kita menjadi orang yang tahu banyak tentang dunia luar tetapi tidak tahu tentang adat dan budaya milik sendiri.

Semoga bermanfaat!

Happy traveling!



Cheers.

Komentar

  1. Sampai sekarang yang belum terlaksana itu menulis adat istiadat seperti ini, akhirnya cuma bisa menulis tempat wisata doang. Masalahnya emang menulis adat memang harus punya pemahaman mendalam dan makna-makna simbolis dari segala tetek bengek yang ada dalam adat itu. Musti nginep berhari-hari dan rajin nyinyir.. eh cari tahu segala hal. Thanks kak Tuteh, bikin saya ngiri berat dengan tulisan-tulisan budayanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bang Baktiar, saya juga ini kebetulan pas acaranya keponakan hahaha jadi sekalian cari tahu sedetail-detailnya karena rugi kalau tidak dimanfaatkan untuk mencari informasi, sekalian bisa berbagi di blog kan ya hahahah :D Terima kasih sudah membacanya ya Bang.

      Hapus
  2. Sebenarnya hampir sama ya tradisinya, hanya beda istilah nama.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, Mas Bumi. Di Indonesia ini banyak tradisi yang sama cuma beda istilah saja tergantung bahasa daerahnya masing-masing :D

      Hapus
    2. Betul, Mas Bumi. Di Indonesia ini banyak tradisi yang sama cuma beda istilah saja tergantung bahasa daerahnya masing-masing :D

      Hapus
  3. ayo segera bergabung dengan saya di D3W4PK
    hanya dengan minimal deposit 10.000 kalian bisa menangkan uang jutaan rupiah
    ditunggu apa lagi ayo segera bergabung, dan di coba keberuntungannya
    untuk info lebih jelas silahkan di add Whatshapp : +8558778142
    terimakasih ya waktunya ^.^

    BalasHapus

Posting Komentar

Untuk pertanyaan penting dengan respon cepat, silahkan hubungi nomor WA 085239014948 (Chat Only!)