Kawasan Wajib Senyum di Puncak Wolobobo. Entah dengan bagian Provinsi Nusa Tenggara Timur lainnya, yang jelas Pulau Flores turut merasakan kondisi suhu yang menurun dahsyat hingga belasan derajat selsius. Saya pernah membaca tulisan salah seorang teman blogger tentang polar vortex. Daerah nusa tenggara di Indonesia turut merasakan dampaknya. Tapi penjelasan yang lebih ilmiah silahkan kalian cari sendiri. Yang jelas, sepagi itu, pukul 06.00 Wita, dalam balutan cuaca super dingin, kami memacu kendaraan roda dua menuju arah Barat Kota Ende. Tujuan kami adalah sebuah puncak bukit bernama Wolobobo.
Baca Juga: Menikmati Bebek Panggang di Towak
Ada apa dengan puncak Wolobobo? Mengapa kami senekat itu? Bukankah cuaca dingin bakal lebih menghujam tubuh di atas kendaraan roda dua yang tanpa pelindung? Baca sampai selesai, ya!
Alkisah Empat Puncak Site P.T. Telkom
Dulu, sebelum adanya optik untuk sambungan komunikasi, komunikasi di Pulau Flores sangat mengandalkan empat site yang dikelola oleh P.T. Telkom Ende. Empat puncak itu adalah Tokoropi, Lepembusu, Kelindora, dan Wolobobo. Wolobobo, sudah lama saya mendengar namanya, terutama saat Kakak Toto Pharmantara (alm.) masih rajin wara-wiri ke empat puncak site milik P.T. Telkom tersebut apabila ada kerusakan yang menyebabkan putuskan jaringan komunikasi. Kakak Toto bahkan bisa menginap berhari-hari demi kelancaran kenyamanan pengguna jalur telekomunikasi (masuk dan keluar) Pulau Flores.
Sumber: Google.
Waktu itu saya mainnya belum jauh-jauh, kalau di Pulau Flores, kalau ke Pulau Bali dan Pulau Jawa sih sering. Saat saya masih mengendarai sepeda Federal dengan lokasi terjauh Nangaba dan Wolowona, Kakak Toto sudah mengarungi Pulau Flores karena tuntutan pekerjaan. Sering mendengar cerita Kakak Toto tentang kondisi jalan, cuaca buruk, atau dinginnya site-site yang berada di puncak bukit/gunung tersebut. Tidak terbayangkan, duapuluhan tahun kemudian saya dan salah seorang anaknya Kakak Toto, si Thika, nekat pergi ke salah satu site tersebut demi berburu pemandangan mempesona.
Pukul 06.00 Wita. Saya sendirian mengendarai Onif Harem. Thika, membonceng Enu, mengendarai Vario. Tujuan kami adalah arah Barat Pulau Flores. Pagi yang dingin itu saya harus merapatkanbarisan pakaian. Kaos lengan panjang, celana karet, celana jin, manset, kaos tangan, masker, jaket pertama, jaket kedua. Busyet! Tapi persiapan itu cukup membantu tubuh terjaga hangatnya sepanjang jalan. Manapula kami cukup ngebut. Tahu kaaaan bagaimana angin pagi itu. Hehe. Tujuannya kami hendak mampir untuk ngopi dan makan jagung pulut rebus di Aigela terlebih dahulu, makanya sejak dari Kota Ende kami tidak berhenti satu kali pun. Tetapi, ternyata semua lapak masih tutup!
What!???
Ah, Hari Minggu. Pemilik lapak tentu masih mengikuti Misa di Gereja.
Untungnya kami membawa bekal. Ada kotak nasi, roti, botol air minum, temos kopi susu milik saya, termos kopi untuk Thika dan Enu. Berhenti sejenak untuk menghangatkan perut sambil foto-foto. Teteup, itu kegiatan wajib. Jalanan masih sepi, masih bisa duduk di tengah jalan, tapi tetap harus waspada karena kendaraan yang melintas berkecapatan tinggi.
Dari Aigela kami tancap gas menuju Boawae (sempat mengisi bensin di sini), Mataloko, hingga melewati plang betulis Bena. Iya, cabang memasuki Bukit Wolobobo masih terus ke arah Kota Bajawa yang merupakan Ibu Kota Kabupaten Ngada. Sebelum memasuki terminal, ada jalan aspal (cabang) ke kiri. Itu cabang menuju Bukit Wolobobo. Kalau kalian ragu, bertanyalah pada penduduk setempat yang ramah-ramah. Satu clue untuk kalian, di depan jalan cabang itu, persis, berdiri sebuah warung makan bernama Barokah (kalau saya tidak salah ingat, karena pulangnya kami sempat makan dulu di warung ini).
Ikuti jalan aspal (memang ada aspal berlubang tapi lumayan lah) satu arah menuju puncak Bukit Wolobobo. Kalau melihat jalan cabang ke kiri lagi, abaikan, lurus saja terus menanjak. Nanti kalian akan bertemu plang seperti berikut ini:
Kawasan wajib senyum. Jadi, terrrrsenyumlaaaah!
Baru setahunan ngehits. Namanya pun tidak macam-macam. Bukit Wolobobo. Tahun kemarin dalam perjalanan pulang dari Kota Bajawa, Ibu Kota Kabupaten Ngada, sempat mau mampir ke tempat ini tetapi karena hujan yang turunnya tanpa kompromi saya, Thika, Akiem, dan Effie, tancap gas pooolll dan kuyup menjadi sahabat sepanjang perjalanan pulang waktu itu. Puncak Wolobobo merupakan puncak sebuah bukit bernama Wolobobo yang merupakan bagian dari wilayah administratif Kabupaten Ngada. Menuju puncak Wolobobo tidak sulit, bahkan menurut saya medannya lumayan, jauh lebih bagus dari medan menuju Embung Boelanboong (tentang embung ini nantikan di tulisan lain, ya).
Tiba di puncaknya kalian akan bertemu bangunan dengan menara-menara telekomunikasi. Betul, seperti yang sudah saya tulis di atas, itu lah Site Telkom Wolowowo. Bagian depannya pun dijadikan tempat parkiran kendaraan para pengunjung. Waktu kami tiba, saya kaget melihat seorang laki-laki berdiri menyambut kami. Macamnya kenal nih! Benar saja! Om Man, itu dulunya kenal waktu saya masih bekerja di Kopegtel Ende. Langsung saja kita haha hihi dan Om Man bercerita tentang beberapa pengunjung yang malam sebelumnya nenda di sekitar situ tetapi tendanya terbawa angin.
Kata Om Man, beberapa pengunjung bahkan sudah pulang dan pagi itu memang belum seberapa ramai. Memang sih, terlihat dari kendaraan yang diparkir hanya empat sepeda motor (ditambah sepeda motor kami). Lihat saja nanti saat waktu Misa di Gereja telah selesai, pengunjung pasti membludak.
Kami dipersilahkan Om Man untuk memasuki jalur menuju bagian belakang site tersebut. Ada jalan paving, terus menuju dataran luas belakang site. Ada biaya masuk dan biaya parkir, tapi hari itu kami ditraktir sama Om Man. Hehe. Asyiiiikkkk!
Kreatif juga pengelolanya. Meskipun yaaaa papan-papan dengan tulisan unik itu harus dipaku di batang pohon. Mantan boleh berserakan, sampah jangan.
Whoa! Kami memang sudah sering melihat foto-foto yang dipos di media sosial tentang pemandangan dari puncak Bukit Wolobobo. Tapi melihatnya sendiri memang beda ya rasanya. Ini luar biasa! Rasanya sedang berada di negeri di atas awan, rasanya awan-awan itu begitu dekat dan merayu kami untuk menyentuhnya.
Dari puncak itu nampak Gunung Inerie yang berdampingan dengan Bukit Langa. Bukit Langa ini namanya saya tahu dari salah seorang pengunjung. Malu bertanya sesat di jalan kan. Haha.
Ada semacam jetty, jembatan kayu, dengan pagar tentu saja, dibangun di pinggir tebing. Tujuannya tentu sebagai lokasi berfoto para pengunjung dengan latar belakang nan indah itu. Satu jetty masih di bagian puncak, satu jetty di bagian tengah dekat ayunan, satu jetty lagi agak ke lereng arah Gunung Inerie.
Dari jetty pertama ini, ada ayunan besar yang tentu saja ngeri juga kalau coba berayun di atasnya. Haha. Cukup buat foto-foto saja lah.
Tempat wisata ini betul-betul kawasan wajib senyum. Tidak perlu memaksakan diri untuk tersenyum. Dengan berada di tempat ini kita bakal auto smile. Ya Allah SWT, terima kasih untuk alam yang indah ini.
Kami masih terus mengeksplor hingga jetty terakhir. Lumayan, karena masih sepi, tidak perlu mengantri untuk foto-foto.
Di jetty terakhir ini, pemandangan Gunung Inerie langsung di depan mata tanpa penghalang apapun. Indah, megah, mempesona.
Lelah perjalanan dari Kota Ende ke puncak Bukit Wolobobo terbayarkan dengan pemandangan spektakuler Gunung Inerie, Bukit Langa, dan perkampungan di bawahnya. Ini betul-betul negeri di atas awan, layaknya daerah Lepembusu-Kelisoke di Kabupaten Ende. Tidak perlu banyak bacot. Datang, abadikan, nikmati. Sampah ... bawalah pulang. Hehehe.
Sekitar pukul 11.10 Wita kami memutuskan untuk pulang. Melintasi jalur kembali ke parkiran kami melihat begitu banyak pengunjung! Alhamdulillah datang lebih awal. Tiba kembali di parkiran suasana jauh lebih ramai. Banyak sepeda motor dan mobil diparkir, bahkan ada dua pick up yang baru saja tiba. Ngehits yaaaa puncak Bukit Wolobobo ini.
Kami pamit pada Om Man, setelah meminjam kamar mandinya haha, lalu tancap gas menuju jalan utama (trans-Flores). Saat memutuskan untuk mencari warung yang menjual telur rebus, mata saya menangkap sebuah warung (yang saya cerita di paragraf atas tadi). Hyess! Mari makan. Saya memesan nasi soto sapi, Thika dan Enu memesan bakso dengan sepiring nasi. Sayangnya tidak ada minuman dingin/es yang dijual *ngakak* ya karena siapa sih yang butuh minuman dingin dengan cuaca Kabupaten Ngada yang dingin begitu. Kata mas-nya: minuman yang ada cuma teh. Ya sudah, ngeteh saja. Kopi pun tidak ada.
Paling pertama saran saya setelah pulang dari puncak Bukit Wolobobo, kawasan wajib senyum, adalah pengelola harus bisa menyiapkan kamar mandi karena kamar mandi yang ada masih milik site. Dipinjam sama pengunjung begitu.
Saran kedua: warung kopi yang ada, sebaiknya betul-betul dikelola, maksudnya janganlah ditutup. Atau, mungkin karena kami datangnya kepagian ya, sehingga pengelola warung kopinya masih di Gereja atau masih bersiap-siap. Tapi tidak mengapa ... mungkin perlu diperbanyak. Karena di puncak itu, pengunjung pasti suka bisa ngopi-ngopi sambil menikmati semangkuk mie-telur hangat, misalnya. Lumayan kan kalau pengunjung dari luar kota ... buat menambal perut yang dingin.
Bagaimana, asyik kan perjalanan kami menuju kawasan wajib senyum di puncak Bukit Wolobobo? Kalau ada yang ingin kalian tanyakan, silahkan berkomentar atau WA (chat only) di 085239014948.
Happy traveling!
Cheers.
Ende ke Aigela Tanpa Istirahat
Pukul 06.00 Wita. Saya sendirian mengendarai Onif Harem. Thika, membonceng Enu, mengendarai Vario. Tujuan kami adalah arah Barat Pulau Flores. Pagi yang dingin itu saya harus merapatkan
What!???
Ah, Hari Minggu. Pemilik lapak tentu masih mengikuti Misa di Gereja.
Untungnya kami membawa bekal. Ada kotak nasi, roti, botol air minum, temos kopi susu milik saya, termos kopi untuk Thika dan Enu. Berhenti sejenak untuk menghangatkan perut sambil foto-foto. Teteup, itu kegiatan wajib. Jalanan masih sepi, masih bisa duduk di tengah jalan, tapi tetap harus waspada karena kendaraan yang melintas berkecapatan tinggi.
Dari Aigela kami tancap gas menuju Boawae (sempat mengisi bensin di sini), Mataloko, hingga melewati plang betulis Bena. Iya, cabang memasuki Bukit Wolobobo masih terus ke arah Kota Bajawa yang merupakan Ibu Kota Kabupaten Ngada. Sebelum memasuki terminal, ada jalan aspal (cabang) ke kiri. Itu cabang menuju Bukit Wolobobo. Kalau kalian ragu, bertanyalah pada penduduk setempat yang ramah-ramah. Satu clue untuk kalian, di depan jalan cabang itu, persis, berdiri sebuah warung makan bernama Barokah (kalau saya tidak salah ingat, karena pulangnya kami sempat makan dulu di warung ini).
Ikuti jalan aspal (memang ada aspal berlubang tapi lumayan lah) satu arah menuju puncak Bukit Wolobobo. Kalau melihat jalan cabang ke kiri lagi, abaikan, lurus saja terus menanjak. Nanti kalian akan bertemu plang seperti berikut ini:
Kawasan wajib senyum. Jadi, terrrrsenyumlaaaah!
Puncak Bukit Wolobobo
Baru setahunan ngehits. Namanya pun tidak macam-macam. Bukit Wolobobo. Tahun kemarin dalam perjalanan pulang dari Kota Bajawa, Ibu Kota Kabupaten Ngada, sempat mau mampir ke tempat ini tetapi karena hujan yang turunnya tanpa kompromi saya, Thika, Akiem, dan Effie, tancap gas pooolll dan kuyup menjadi sahabat sepanjang perjalanan pulang waktu itu. Puncak Wolobobo merupakan puncak sebuah bukit bernama Wolobobo yang merupakan bagian dari wilayah administratif Kabupaten Ngada. Menuju puncak Wolobobo tidak sulit, bahkan menurut saya medannya lumayan, jauh lebih bagus dari medan menuju Embung Boelanboong (tentang embung ini nantikan di tulisan lain, ya).
Tiba di puncaknya kalian akan bertemu bangunan dengan menara-menara telekomunikasi. Betul, seperti yang sudah saya tulis di atas, itu lah Site Telkom Wolowowo. Bagian depannya pun dijadikan tempat parkiran kendaraan para pengunjung. Waktu kami tiba, saya kaget melihat seorang laki-laki berdiri menyambut kami. Macamnya kenal nih! Benar saja! Om Man, itu dulunya kenal waktu saya masih bekerja di Kopegtel Ende. Langsung saja kita haha hihi dan Om Man bercerita tentang beberapa pengunjung yang malam sebelumnya nenda di sekitar situ tetapi tendanya terbawa angin.
Kata Om Man, beberapa pengunjung bahkan sudah pulang dan pagi itu memang belum seberapa ramai. Memang sih, terlihat dari kendaraan yang diparkir hanya empat sepeda motor (ditambah sepeda motor kami). Lihat saja nanti saat waktu Misa di Gereja telah selesai, pengunjung pasti membludak.
Kami dipersilahkan Om Man untuk memasuki jalur menuju bagian belakang site tersebut. Ada jalan paving, terus menuju dataran luas belakang site. Ada biaya masuk dan biaya parkir, tapi hari itu kami ditraktir sama Om Man. Hehe. Asyiiiikkkk!
Jalan paving di samping site, menuju bukit bagian belakangnya.
Kreatif juga pengelolanya. Meskipun yaaaa papan-papan dengan tulisan unik itu harus dipaku di batang pohon. Mantan boleh berserakan, sampah jangan.
Pemandangan Spektakuler Gunung Inerie dan Bukit Langa
Whoa! Kami memang sudah sering melihat foto-foto yang dipos di media sosial tentang pemandangan dari puncak Bukit Wolobobo. Tapi melihatnya sendiri memang beda ya rasanya. Ini luar biasa! Rasanya sedang berada di negeri di atas awan, rasanya awan-awan itu begitu dekat dan merayu kami untuk menyentuhnya.
Sebelah kiri: Gunung Inerie. Kanan: Bukit Langa.
Dari puncak itu nampak Gunung Inerie yang berdampingan dengan Bukit Langa. Bukit Langa ini namanya saya tahu dari salah seorang pengunjung. Malu bertanya sesat di jalan kan. Haha.
Latar belakang Gunung Inerie.
Ada semacam jetty, jembatan kayu, dengan pagar tentu saja, dibangun di pinggir tebing. Tujuannya tentu sebagai lokasi berfoto para pengunjung dengan latar belakang nan indah itu. Satu jetty masih di bagian puncak, satu jetty di bagian tengah dekat ayunan, satu jetty lagi agak ke lereng arah Gunung Inerie.
Latar belakang Bukit Langa.
Dari jetty pertama ini, ada ayunan besar yang tentu saja ngeri juga kalau coba berayun di atasnya. Haha. Cukup buat foto-foto saja lah.
Foto prewed di sini boleh juga dink. Haha.
Tempat wisata ini betul-betul kawasan wajib senyum. Tidak perlu memaksakan diri untuk tersenyum. Dengan berada di tempat ini kita bakal auto smile. Ya Allah SWT, terima kasih untuk alam yang indah ini.
Kami masih terus mengeksplor hingga jetty terakhir. Lumayan, karena masih sepi, tidak perlu mengantri untuk foto-foto.
Di jetty terakhir ini, pemandangan Gunung Inerie langsung di depan mata tanpa penghalang apapun. Indah, megah, mempesona.
Tapi ini fotonya tanpa latar Gunung Inerie.
Lelah perjalanan dari Kota Ende ke puncak Bukit Wolobobo terbayarkan dengan pemandangan spektakuler Gunung Inerie, Bukit Langa, dan perkampungan di bawahnya. Ini betul-betul negeri di atas awan, layaknya daerah Lepembusu-Kelisoke di Kabupaten Ende. Tidak perlu banyak bacot. Datang, abadikan, nikmati. Sampah ... bawalah pulang. Hehehe.
Pemandangan salah satu menara Site Telkom Wolobobo.
Sekitar pukul 11.10 Wita kami memutuskan untuk pulang. Melintasi jalur kembali ke parkiran kami melihat begitu banyak pengunjung! Alhamdulillah datang lebih awal. Tiba kembali di parkiran suasana jauh lebih ramai. Banyak sepeda motor dan mobil diparkir, bahkan ada dua pick up yang baru saja tiba. Ngehits yaaaa puncak Bukit Wolobobo ini.
Kami pamit pada Om Man, setelah meminjam kamar mandinya haha, lalu tancap gas menuju jalan utama (trans-Flores). Saat memutuskan untuk mencari warung yang menjual telur rebus, mata saya menangkap sebuah warung (yang saya cerita di paragraf atas tadi). Hyess! Mari makan. Saya memesan nasi soto sapi, Thika dan Enu memesan bakso dengan sepiring nasi. Sayangnya tidak ada minuman dingin/es yang dijual *ngakak* ya karena siapa sih yang butuh minuman dingin dengan cuaca Kabupaten Ngada yang dingin begitu. Kata mas-nya: minuman yang ada cuma teh. Ya sudah, ngeteh saja. Kopi pun tidak ada.
Saran, Bukan Kritik
Paling pertama saran saya setelah pulang dari puncak Bukit Wolobobo, kawasan wajib senyum, adalah pengelola harus bisa menyiapkan kamar mandi karena kamar mandi yang ada masih milik site. Dipinjam sama pengunjung begitu.
Saran kedua: warung kopi yang ada, sebaiknya betul-betul dikelola, maksudnya janganlah ditutup. Atau, mungkin karena kami datangnya kepagian ya, sehingga pengelola warung kopinya masih di Gereja atau masih bersiap-siap. Tapi tidak mengapa ... mungkin perlu diperbanyak. Karena di puncak itu, pengunjung pasti suka bisa ngopi-ngopi sambil menikmati semangkuk mie-telur hangat, misalnya. Lumayan kan kalau pengunjung dari luar kota ... buat menambal perut yang dingin.
⇜⇝
Bagaimana, asyik kan perjalanan kami menuju kawasan wajib senyum di puncak Bukit Wolobobo? Kalau ada yang ingin kalian tanyakan, silahkan berkomentar atau WA (chat only) di 085239014948.
Happy traveling!
Cheers.
Tadi liat foto awal mikir itu gunung apa kok ada kayak gitu di Ende.. eh ternyata gunung Inerie. Berarti Wolobobo lebih deket ke Bajawa ya kok bisa liat gunung Inerie sedeket itu.
BalasHapuswahhh kereenn.. Pemandangannya itu bersih banget. Cuacanya juga lagi sedang cerah-cerahnya di foto
BalasHapus