Masih dalam Bulan Februari 2019, melanjutkan perjalanan dari Kota Maumere di Kabupaten Sikka, Tim Promosi Uniflor 2019 bertolak menuju Kota Larantuka yang merupakan Ibu Kota Kabupaten Flores Timur. Perjalanan menuju Kota Larantuka ditemani sinar matahari yang hangat disisipi gerimis yang malu-malu menerobos udara menyentuh bumi. Jalan trans-Flores antara kedua kabupaten ini jauh lebih mulus dan minim kelokan, serta didominasi hijaunya perbukitan, hutan, sawah dan bunga-bunga liar yang tumbuh di tepi jalan.
Asyik Dibaca: Magepanda, Negeri Dongeng Dari Pulau Flores
Saya bersama Thika, dan Violin Kerong, termasuk dalam tim sepeda motor yang lantas terpisah, karena ada anggota Tim Motor yang harus menuju Pulau Lembata. Tim lainnya menggunakan bis khusus Uniflor. Perjalanan dengan sepeda motor memang jauh lebih menyenangkan, khusus bagi saya, yang mudah mabuk kendaraan roda empat. Sebenarnya tugas saya dan Violin telah selesai di Kota Maumere, tapi kami ingin pelesir ke Kota Larantuka, dan ternyata di kota itu pun kami kebagian sekolah untuk dikunjungi. Conditional. Berangkat ke Kota Larantuka siang itu ditemani Cesar dan Rolland.
Boru, Check Point
Boru merupakan sebuah desa yang berada di Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur. Hampir semua kendaraan dari Kota Maumere menuju Kota Larantuka, berhenti di sini untuk sekadar melemaskan otot. Tahun 2011, dalam perjalanan malam menggunakan bis umum saat hendak menyaksikan perayaan Semana Santa (Paskah) di Kota Larantuka, bis yang saya tumpangi juga berhenti di Boru. Tempat yang sama; sebuah rumah makan masakan Padang. Malam itu, rumah makan ini sudah tutup saat kami tiba, tapi kemudian kembali dibuka demi para 'peziarah' yang sekadar membutuhkan minum, karena makanan telah ludes.
Di sini kami beristirahat sejenak, menikmati segelas kopi, dan jagung-pulut-titi yang rasanya aduhai bikin lidah bergetar haha. Jagung titi merupakan salah satu makanan lokal khas dari Kabupaten Flores Timur. Bisa langsung dinikmati, bisa digoreng terlebih dahulu (pakai margarin, enak syekali, kawan), bisa juga dicampur ke susu (jadi macam sereal). Selain berbahan jagung biasa, jagung titi juga dibikin berbahan jagung pulut. Seperti yang saya tulis di atas, rasanya aduhai bikin lidah bergetar. Manapula ditambah segelas kopi lokal. Sudahlah ... ini surga.
Melanjutkan perjalanan, semakin semangat karena sebentar lagi tiba di Kota Nagi, Kota Reinha, Kota Larantuka. Jalanan berkelok tidak terasa karena mata mulai disuguhi pemandangan laut. Artinya sebentar lagi tiba di Larantuka. Mendadak di suatu tanjakan yang berkelok, kami dihadang oleh ... teman-teman Tim Bis yang turun di situ untuk beristirahat. Ternyata nama lokasi ini Konga, disebut Puncak Konga karena berada di ketinggian. Yang menarik, bukan karena tempat ini juga semacam check point tempat para pejalan beristirahat, tapi pemandangannya itu:
Pemandangan Puncak Konga ini menakjubkan. Konga sendiri merupakan sebuah desa yang berada di Kecamatan Titihena, Kabupaten Flores Timur. Kami tidak berlama-lama di tempat ini karena kan sebelumnya sudah ngopi di Boru. Mari tancap gas! Sebelum memasuki Kota Larantuka, ada dua foto yang menurut saya menarik untuk dipos. Foto pertama adalah sebuah puncak lagi, setelah Konga, yang meskipun tidak dijadikan check point umum namun ada juga yang bersantai di sini. Foto kedua adalah plang jargon sebuah desa:
Perjalanan dilanjutkan. Teman-teman Tim Bis berhenti di rumah Pak Anno Kean di Waibalun, termasuk Cesar dan Rolland, sedangkan saya, Violin, dan Thika, meluncur ke rumah Mami Papi di Kota Larantuka.
Puncak Konga
Melanjutkan perjalanan, semakin semangat karena sebentar lagi tiba di Kota Nagi, Kota Reinha, Kota Larantuka. Jalanan berkelok tidak terasa karena mata mulai disuguhi pemandangan laut. Artinya sebentar lagi tiba di Larantuka. Mendadak di suatu tanjakan yang berkelok, kami dihadang oleh ... teman-teman Tim Bis yang turun di situ untuk beristirahat. Ternyata nama lokasi ini Konga, disebut Puncak Konga karena berada di ketinggian. Yang menarik, bukan karena tempat ini juga semacam check point tempat para pejalan beristirahat, tapi pemandangannya itu:
Pemandangan Puncak Konga ini menakjubkan. Konga sendiri merupakan sebuah desa yang berada di Kecamatan Titihena, Kabupaten Flores Timur. Kami tidak berlama-lama di tempat ini karena kan sebelumnya sudah ngopi di Boru. Mari tancap gas! Sebelum memasuki Kota Larantuka, ada dua foto yang menurut saya menarik untuk dipos. Foto pertama adalah sebuah puncak lagi, setelah Konga, yang meskipun tidak dijadikan check point umum namun ada juga yang bersantai di sini. Foto kedua adalah plang jargon sebuah desa:
Perjalanan dilanjutkan. Teman-teman Tim Bis berhenti di rumah Pak Anno Kean di Waibalun, termasuk Cesar dan Rolland, sedangkan saya, Violin, dan Thika, meluncur ke rumah Mami Papi di Kota Larantuka.
Rumah Mami Papi
Adalah Mami Dete dan Papi Nani, dulunya menetap di Kota Ende, tetangganya Kakak Nani Pharmantara. Meskipun tidak berhubungan darah namun kami sangat dekat layaknya punya garis darah. Saat mereka pindah, pulang, ke Kota Larantuka, rasanya ada yang hilang. Saya sangat merindukan celotehan Mami sambil ia mengunyah sirih-pinang. Dan, tujuan saya ke Kota Larantuka adalah ke rumah kedua orangtua tersebut. Sebenarnya Mami Papi bukan asli Kota Larantuka melainkan asli Kabupaten (Pulau) Lembata. Namun akarnya tetap sama yaitu Flores bagian Timur.
Mencari rumah Mami Papi tidak sulit. Letaknya tepat di bagian atas Pasar Baru Larantuka. Kami disambut Mami Papi yang terlihat tetap segar meskipun usia semakin banyak. Tak pakai lama, nampan berisi kopi dan teh pun tersaji. Obrolan semakin menghangat.
Dari kami tiba sore itu sekitar pukul 17.00 Wita, obrolan yang menghangat menjadi semakin hangat dan nyaris melepuh, hahaha. Inilah yang disebut dengan dudo bacarita rame.
Dulu banget, (alm.) Kakak Toto Pharmantara dan kawan-kawannya, termasuk Abang Nanu Pharmantara pernah membikin album lagu-lagu daerah yang ditulis/dibikin sendiri. Album itu adalah album perkaset-pita. Zaman dulu kan ya. Salah satu lagu di dalam album itu bercerita tentang Kota Larantuka, tentang Kota Reinha (baca: Renya), tentang keramahan masyarakatnya, pun tentang pantainya yang indah. Lagu itu, judulnya saya lupa sudah lama sekali, diciptakan oleh Om Tommy da Silva. Saya, amazing-nya, masih hafal bait pertama ini:
Sore-sore jalan tepi Pante Uste
Lia Nagi tana kita, Nagi Kota Reinha
Lia lao tepi-tepi jalan
No mo oa kebara sasaja
Dudo bacarita rame
Dudo bacarita rame itu artinya duduk santai sambil mengobrol ini itu dalam suasana hangat nan bikin rindu. Rame atau ramai itu sudah pasti. Orang Flores Timur disatukan juga melalui dialek mereka saat sedang mengobrol. Ciri khas yang sulit dilupakan apabila sekali saja kalian pernah mendengar gaya bicara mereka. Seperti sambutan Mami saat kami datang di rumah mereka "Encim eeee korang sampe jo di Larantuka!" Mendengar cara Mami dan Papi bicara, aduuuuh sungguh luar biasa. Ingin memvideokan tapi beberapa topik yang kami bahas bukan konsumsi publik. Haha. Topik favorit Papi adalah 'anaknya' si Ical yang sudah menjadi Polisi. Ical adalah anaknya Kakak Nani Pharmantara yang sejak kecil sudah dirawat oleh Mami Papi.
Bersama Mami dan Papi, kami dudo bacarita rame dari sore sampai pagi pukul 01.30 Wita. Manapula tambah ramai karena saya dan Violin mengantri Mami memijit punggung kami. Aduh sungguh saya pengen lagi ke sana biar dipijit lagi sama Mami meskipun sering kegelian. Iya, saya sering kegelian, jadi Mamasia pun tobat memijit saya. Hehe.
Topik yang kami bahas, selain ada yang bukan untuk konsumsi publik (tapi ini cara Mami ngomong bisa kedengaran satu RT! Haha!), ada pula topik-topik umum semacam di Kota Larantuka yang namanya ikan tembang itu buat makanan babi. What!? Itu di Ende kalau lagi tidak musim ikan, bisa mahal juga loh ikan tembang. Artinya, penduduk Larantuka jarang dan nyaris tidak pernah makan ikan tembang karena itu ikan paling mudah didapat dan murahnya kebangetan. Ibarat rumput liar begitu. Orang Larantuka dan Flores Timur pada umumnya seringnya memakan ikan-ikan mahal *cie* yang di sana dijual dengan harga murah.
Makanya, keesokan harinya setelah saya, Violin, dan Thika, pulang dari tiga SMA yang ditugaskan conditional itu, kami makan siang dengan sangat nikmat:
Makan siang yang sederhana tapi sulit dilupakan. Nasinya habis, ikannya dimakan terus, terus, terus, sampai ludes! Kalau tidak kami larang, bisa-bisa Mami pergi lagi ke pasar membeli ikan dan menggorengnya untuk kami! Sambal yang dibikin Mami joooo pung enak laiiiii, trada lawan (sudah campuran ini dialeknya haha). Usai makan siang, Mami membekali kami dengan pisang goreng tanpa tepung dan untuk itu kami membawa serta sambalnya. Hahaha. Luar biasa.
Siang itu, kalau saja tidak ingat waktu kembali ke Kota Maumere (menginap semalam di Kota Maumere, keesokan harinya pulang ke Kota Ende), tentu kami masih dudo bacarita rame sampai lupa waktu. Sambil menyirih, Mami pasti bakal lanjut bercerita tentang suasana pasar serta teman-temannya, tentang persiapannya menjelang Paskah, tentang orang-orang dari Nuabosi (Ende) yang berjualan ubi Nuabosi di dekat rumahnya, sampai masa pacaran dengan Papi dahulu. Karena besok adalah Hari Raya Paskah, sudah dijamin rumah Mami Papi pasti penuh sama sanak-keluarga yang berziarah.
Kami harus pulang ...
Terima kasih Mami Papi yang sudah begitu baik pada kami ... saya sampai terharu. Sampai ketemu di lain kesempatan.
Saya akan selalu merindukan Mami Papi. Hati kalian yang mulia sungguh membikin saya merasa hidup harus diperjuangkan.
Masyarakat Provinsi Nusa Tenggara Timur terkenal akan keramahannya. Jika kalian bertamu, apabila segelas kopi sudah tersaji di atas meja, kalian adalah saudara kami. No doubt. Perbedaan kami itu banyak; beda agama, beda suku, beda adat-budaya, beda bahasa, tapi kami bersatu-padu dalam nuansa kekeluargaan yang kental. Apabila kalian berziarah saat menjelang Paskah (Semana Santa) di Kota Larantuka, jangan kuatir jika semua penginapan full-booked karena pintu rumah penduduk akan terbuka lebar untuk kalian. Gratis! Saya pernah mengalaminya pada tahun 2011 lampau di rumah keluarga Paul Fernandez.
Jadi, mari datang ke Pulau Flores. Di sini kami tidak akan membiarkan kalian sampai kelaparan apalagi kehausan!
Mari datang ke Pulau Flores. Kita dudo bacarita rame.
Cheers.
Asyik Dibaca: Pilihan Wisata di Dalam Kota Ende
Mencari rumah Mami Papi tidak sulit. Letaknya tepat di bagian atas Pasar Baru Larantuka. Kami disambut Mami Papi yang terlihat tetap segar meskipun usia semakin banyak. Tak pakai lama, nampan berisi kopi dan teh pun tersaji. Obrolan semakin menghangat.
Dari kami tiba sore itu sekitar pukul 17.00 Wita, obrolan yang menghangat menjadi semakin hangat dan nyaris melepuh, hahaha. Inilah yang disebut dengan dudo bacarita rame.
Dudo Bacarita Rame
Dulu banget, (alm.) Kakak Toto Pharmantara dan kawan-kawannya, termasuk Abang Nanu Pharmantara pernah membikin album lagu-lagu daerah yang ditulis/dibikin sendiri. Album itu adalah album perkaset-pita. Zaman dulu kan ya. Salah satu lagu di dalam album itu bercerita tentang Kota Larantuka, tentang Kota Reinha (baca: Renya), tentang keramahan masyarakatnya, pun tentang pantainya yang indah. Lagu itu, judulnya saya lupa sudah lama sekali, diciptakan oleh Om Tommy da Silva. Saya, amazing-nya, masih hafal bait pertama ini:
Sore-sore jalan tepi Pante Uste
Lia Nagi tana kita, Nagi Kota Reinha
Lia lao tepi-tepi jalan
No mo oa kebara sasaja
Dudo bacarita rame
Dudo bacarita rame itu artinya duduk santai sambil mengobrol ini itu dalam suasana hangat nan bikin rindu. Rame atau ramai itu sudah pasti. Orang Flores Timur disatukan juga melalui dialek mereka saat sedang mengobrol. Ciri khas yang sulit dilupakan apabila sekali saja kalian pernah mendengar gaya bicara mereka. Seperti sambutan Mami saat kami datang di rumah mereka "Encim eeee korang sampe jo di Larantuka!" Mendengar cara Mami dan Papi bicara, aduuuuh sungguh luar biasa. Ingin memvideokan tapi beberapa topik yang kami bahas bukan konsumsi publik. Haha. Topik favorit Papi adalah 'anaknya' si Ical yang sudah menjadi Polisi. Ical adalah anaknya Kakak Nani Pharmantara yang sejak kecil sudah dirawat oleh Mami Papi.
Bersama Mami dan Papi, kami dudo bacarita rame dari sore sampai pagi pukul 01.30 Wita. Manapula tambah ramai karena saya dan Violin mengantri Mami memijit punggung kami. Aduh sungguh saya pengen lagi ke sana biar dipijit lagi sama Mami meskipun sering kegelian. Iya, saya sering kegelian, jadi Mamasia pun tobat memijit saya. Hehe.
Topik yang kami bahas, selain ada yang bukan untuk konsumsi publik (tapi ini cara Mami ngomong bisa kedengaran satu RT! Haha!), ada pula topik-topik umum semacam di Kota Larantuka yang namanya ikan tembang itu buat makanan babi. What!? Itu di Ende kalau lagi tidak musim ikan, bisa mahal juga loh ikan tembang. Artinya, penduduk Larantuka jarang dan nyaris tidak pernah makan ikan tembang karena itu ikan paling mudah didapat dan murahnya kebangetan. Ibarat rumput liar begitu. Orang Larantuka dan Flores Timur pada umumnya seringnya memakan ikan-ikan mahal *cie* yang di sana dijual dengan harga murah.
Makanya, keesokan harinya setelah saya, Violin, dan Thika, pulang dari tiga SMA yang ditugaskan conditional itu, kami makan siang dengan sangat nikmat:
Makan siang yang sederhana tapi sulit dilupakan. Nasinya habis, ikannya dimakan terus, terus, terus, sampai ludes! Kalau tidak kami larang, bisa-bisa Mami pergi lagi ke pasar membeli ikan dan menggorengnya untuk kami! Sambal yang dibikin Mami joooo pung enak laiiiii, trada lawan (sudah campuran ini dialeknya haha). Usai makan siang, Mami membekali kami dengan pisang goreng tanpa tepung dan untuk itu kami membawa serta sambalnya. Hahaha. Luar biasa.
Siang itu, kalau saja tidak ingat waktu kembali ke Kota Maumere (menginap semalam di Kota Maumere, keesokan harinya pulang ke Kota Ende), tentu kami masih dudo bacarita rame sampai lupa waktu. Sambil menyirih, Mami pasti bakal lanjut bercerita tentang suasana pasar serta teman-temannya, tentang persiapannya menjelang Paskah, tentang orang-orang dari Nuabosi (Ende) yang berjualan ubi Nuabosi di dekat rumahnya, sampai masa pacaran dengan Papi dahulu. Karena besok adalah Hari Raya Paskah, sudah dijamin rumah Mami Papi pasti penuh sama sanak-keluarga yang berziarah.
Kami harus pulang ...
Terima kasih Mami Papi yang sudah begitu baik pada kami ... saya sampai terharu. Sampai ketemu di lain kesempatan.
Mami eee korang pu muka sedih begitu :(
Saya akan selalu merindukan Mami Papi. Hati kalian yang mulia sungguh membikin saya merasa hidup harus diperjuangkan.
Masyarakat Provinsi Nusa Tenggara Timur terkenal akan keramahannya. Jika kalian bertamu, apabila segelas kopi sudah tersaji di atas meja, kalian adalah saudara kami. No doubt. Perbedaan kami itu banyak; beda agama, beda suku, beda adat-budaya, beda bahasa, tapi kami bersatu-padu dalam nuansa kekeluargaan yang kental. Apabila kalian berziarah saat menjelang Paskah (Semana Santa) di Kota Larantuka, jangan kuatir jika semua penginapan full-booked karena pintu rumah penduduk akan terbuka lebar untuk kalian. Gratis! Saya pernah mengalaminya pada tahun 2011 lampau di rumah keluarga Paul Fernandez.
Asyik Dibaca: Si Kembar Kolibari dan Kezimara
Jadi, mari datang ke Pulau Flores. Di sini kami tidak akan membiarkan kalian sampai kelaparan apalagi kehausan!
Mari datang ke Pulau Flores. Kita dudo bacarita rame.
Cheers.
Kok yg ini nggak ada foto makanannya Kak hehehe
BalasHapus...kalau yg ikut tim motor nggak takut perginya kehujanan atau emang udh berhenti hujannya?
Keramahtamahan orang Flores luar biasa dan juga kerukunannya tetap terjaga walaupun banyak perbedaan, salut sekali Kak
AJO_QQ poker
BalasHapuskami dari agen poker terpercaya dan terbaik di tahun ini
Deposit dan Withdraw hanya 15.000 anda sudah dapat bermain
di sini kami menyediakan 7 permainan dalam 1 aplikasi
- play aduQ
- bandar poker
- play bandarQ
- capsa sunsun
- play domino
- play poker
- sakong
di sini tempat nya Player Vs Player ( 100% No Robot) Anda Menang berapapun Kami
Bayar tanpa Maksimal Withdraw dan Tidak ada batas maksimal
withdraw dalam 1 hari.Bisa bermain di Android dan IOS,Sistem pembagian Kartu
menggunakan teknologi yang mutakhir dengan sistem Random
Permanent (acak) | pin bb : 58cd292c "