Belajar mengingat motif tenun ikat (pete). |
Rada'ara: Pesona Dusun Wisata Budaya. Izinkan saya mengawali tulisan ini dengan mengutip tulisan berjudul Covid-19 dan Dampaknya Terhadap Dunia Pariwisata:
Pelaku pariwisata adalah setiap pihak yang berperan dan terlibat dalam kegiatan pariwisata. Menurut Damanik dan Weber (2006:19) pelaku pariwisata adalah wisatawan, penyedia jasa (industri pariwisata), pendukung jasa wisata, pemerintah, masyarakat lokal, dan lembaga swadaya masyarakat yang beraktivitas demi perlindungan suatu wilayah, hewan langka, pecinta alam, dan lain sebagainya. Sedangkan pariwisata adalah perpindahan sementara orang-orang ke daerah tujuan di luar tempat kerja dan tempat tinggal sehari-harinya, kegiatan yang dilakukannya adalah fasilitas yang digunakan ditujukan untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya (Fandeli, 1995: 47). Kata pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta "pari" (berkali-kali) dan "wisata" (bepergian). Secara harfiah, pariwisata berarti perjalanan yang dilakukan berkali-kali ke suatu tempat.
Sejak pandemi Covid-19 menguasai Planet Bumi, tanpa perlu berpeluh-peluh di medan perang melawan semua negara, dunia pariwisata sangat berdampak. Sahabat saya Ruztam Effendi pemilik Nirvana Bungalow di Riung harus lapang dada menerima rentetan e-mail pembatalan trip. Kalian bisa membayangkan kerugian materiil yang harus diterima Ruztam. Dari sisi tukang jalannya, saya pribadi merasa dirugikan secara immateriil dari merajalelanya pandemi Covid-19. Dalam hati saya bertanya-tanya, apakah ini pertanda lenyapnya peradaban? Kita tahu, zaman para Nabi peradaban dilenyapkan nyaris dalam hitungan menit. Zaman moderen peradaban dilenyapkan dalam hitungan tahun ... mungkin? Tapi saya harus menyingkirkan pikiran itu jauh-jauh ketika menerima kabar dari Pak Anno Kean tentang sebuah dusun yang sedang menata potensi wisatanya. Kabar ini menyuntik semangat baru. Kita belum kalah. Kita hanya dilumpuhkan sesaat.
Berjarak sekitar 5 kilometer dari Kota Ende, dengan jarak tempuh rata-rata 10 menit, terpeta sebuah dusun bernama Rada'ara. Secara admnistratif Dusun Rada'ara berada di Kelurahan Onelako, Kecamatan Ndona, Kabupaten Ende. Dari jalan belakang Gereja Katolik St. Maria Imakulata Ndona, satu jalur jalan aspal menjadi media roda kendaraan bermotor menuju Dusun Rada'ara. Belum ada papan nama resmi di depan cabang antara jalan utama menuju dusun, tapi jangan kuatir karena masyarakat akan dengan sangat ramah menunjuk dan/atau mengantar kalian ke dusun tersebut.
Lantas, apa pasal sampai saya menulis judul Rada'ara: Pesona Dusun Wisata Budaya? Marilah dibaca sampai selesai.
Pokdarwis Rendo Ate
Sebenarnya bukan hal baru bagi penduduk Dusun Rada'ara bergumul dengan dunia pariwisata. Dari tuturan penduduknya, saya jadi tahu kalau sebenarnya dusun ini sudah sering menerima kunjungan wisatawan terutama wisatawan mancanegara yang dapat menikmati atraksi menenun hingga musik lokal. Akan tetapi manajemennya dirasa belum maksimal. Banyak hal yang masih bisa ditawarkan kepada wisatawan. Adanya kesadaran masyarakat akan hal ini maka dibentuklah kelompok sadar wisata (pokdarwis) yang diberi nama Pokdarwis Rendo Ate. Dalam bahasa lokal rendo ate berarti rindu hati. Maknanya sangat dalam: siapa pun yang datang ke Dusun Rada'ara niscaya akan selalu diliputi rasa rindu pada tempat ini. Ya, itu betul. Nanti saya ceritakan di akhir tulisan. Anyhoo untuk membentuk Pokdarwis Rendo Ate hingga menyusun AD/ART, penduduk Dusun Rada'ara dibantu oleh dosen Prodi Pendidikan Sejarah Pak Anno Kean yang juga menjabat Sekretaris Kantor P3KKN Uniflor, dan Ibu Intan dari Balai Taman Nasional Kelimutu.
Pokdarwis Rendo Ate mengedepankan kearifan lokal yang sudah lama tergerus di kehidupan kota yaitu musyawarah untuk mufakat dan gotong-royong. Maksudnya adalah segala sesuatu yang selama ini bersifat individual, kini lebih bersifat komunal. Segala sesuatu yang dulunya membawa nama pribadi, kini harus keluar lewat satu pintu yaitu Pokdarwis Rendo Ate. Kerja bersama tentu lebih menyenangkan dan pasti, meskipun keuntungannya tidak bisa instan.
Dari sinilah disusun apa saja yang dapat ditawarkan kepada wisatawan selain atraksi menenun dan musik lokal.
Kita akan mulai dari homestay.
Homestay Rendo Ate 01 dan Rendo Ate 02
Menurut Wikipedia: homestay adalah salah satu bentuk penginapan yang populer. Para pengunjung atau tamu menginap di kediaman penduduk setempat di kota tempat mereka bepergian. Lama tinggal dapat bervariasi dari satu malam hingga lebih dari setahun. Konsep penginapan homestay sudah saya alami di beberapa daerah salah satunya di Desa Agrowisata Waturaka. Pada awal perjalanannya, Pokdarwis Rendo Ate menentukan dua rumah penduduk untuk dijadikan homestay. Uniknya, salah satu homestay itu adalah rumah adat! I mean, this is crazy (in positive perspective). Rumah adat yang selama ini cukup jauh 'jarak'nya dari wisatawan karena wisatawan tentu deg-degan dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan 'adat', dijadikan homestay. Come on, kalau kalian tidak tertarik, jangan sebut diri kalian traveler. Ha ha ha.
Rumah adat ini dinamakan Homestay Rendo Ate 01 sedangkan salah satu rumah penduduk dinamakan Rendo Ate 02. Kalian sudah bisa melihat hasil kerja Pokdarwis Rendo Ate kan? Dari nama homestay saja sudah terlihat ini merupakan hasil musyawarah.
Mam Poppy dan sarung Kembo. |
Menu makanan yang rasanya luar biasa menggigit lidah. |
Belajar menenun bersama Ibu Evi. |
Lelah memotret, santai dulu, hahaha. |
Pak Yulius belajar pete/mengikat motif. |
Suasana di saung. |
Sarung Mangga bernuansa biru. |
Pemandangan Alam
Pemandangan ke arah laut. |
Kubur batu. |
Saung mini. |
Homeland gw tuh sob...makasih sdh di publish...Semangat mbak...
BalasHapusmenarik banget mbak kalau bisa merasakan menginap di homestay warga kayak gini, sekaligus lebih dekat dengan warga lokal
BalasHapusInfo yang bagus mba untuk referensi saya
BalasHapuspisang bolen